Sabtu, 26 November 2011

Sistem Pertanian Terpadu


Sistem Pertanian terpadu merupakan sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu solusi bagi peningkatan produktivitas lahan, program pembangunan dan konservasi lingkungan, serta pengembangan desa secara terpadu. Diharapkan kebutuhan jangka pendek, menengah, dan panjang petani berupa pangan, sandang dan papan akan tercukupi dengan sistem pertanian ini.
Model pertanian terpadu dalam satu siklus biologi (Integrated Bio Cycle Farming) yang tidak ada limbah, semua bermanfaat. Limbah pertanian untuk pakan ternak dan limbah peternakan diolah jadi biogas dan kompos sehingga impian membentuk masyarakat tani yang makmur dan mandiri terkonsep dengan jelas.
Konsep terapan pertanian terpadu akan menghasilkan F4 yang sebenarnya adalah langkah pengamanan terhadap ketahanan dan ketersediaan pangan dan energi secara regional maupun nasional, terutama pada kawasan kawasan remote area dari jajaran kepulauan Indonesia.
(1)              F1 (FOOD)
Pangan manusia (beras, jagung, kedelai, kacang-kacangan, jamur, sayuran, dll.), produk peternakan (daging, susu, telor, dll.), produk budi-daya ikan air tawar (lele, mujair, nila, gurame, dll.) dan hasil perkebunan (salak, kayu manis, sirsak, dll.)
(2)       F2 (FEED)
Pakan ternak termasuk di dalamnya ternak ruminansia (sapi, kambing, kerbau, kelinci), ternak unggas (ayam, itik, entok, angsa, burung dara, dll.), pakan ikan budidaya air tawar (ikan hias dan ikan konsumsi).
Dari budidaya tanaman padi akan dihasilkan produk utama beras dan produk sampingan bekatul, sekam padi, jerami dan kawul, semua produk sampingan apabila diproses lanjut masih mempunyai kegunaan dan nilai ekonomis yang layak kelola. Jerami dan malai kosong (kawul) dapat disimpan sebagai hay (bahan pakan kering) untuk ternak ruminansia atau dibuat silage (makanan hijau terfermentasi), sedangkan bekatul sudah tidak asing lagi sebagai bahan pencampur pakan ternak (ruminansia, unggas dan ikan). Pakan ternak ini berupa pakan hijauan dari tanaman pagar, azolla, dan eceng gondok.
(3)       F3 (FUEL)  
Akan dihasilkan energi dalam berbagai bentuk mulai energi panas (bio gas) untuk kebutuhan domestik/masak memasak, energi panas untuk industri makanan di kawasan pedesaan juga untuk industri kecil. Hasil akhir dari bio gas adalah bio fertilizer berupa pupuk organik cair dan kompos.
Pemakaian tenaga langsung lembu untuk penarik pedati, kerbau untuk meng-olah lahan pertanian sebenarnya adalah produk berbentuk fuel/energi.
Sekam padi dapat dikonversi menjadi energi (pembakaran langsung maupun gasifikasi) dan masih akan menghasilkan abu maupun arang sekam yang dapat diimplementasikan sebagai pupuk organic, sementara apabila energi sekam padi digunakan untuk gas diesel engine akan didapatkan lagi hasil sampingan berupa asap cair (cuka kayu) yang dapat digunakan untuk pengewet makanan atau campuran pestisida organik.
(4)       F4 (FERTILIZER)
Sisa produk pertanian melalui proses decomposer maupun pirolisis akan menghasilkan organic fertilizer dengan berbagai kandungan unsur hara dan C-organik yang relative tinggi. Bio/organic fertilizer bukan hanya sebagai penyubur tetapi juga sebagai perawat tanah (soil conditioner), yang dari sisi keekonomisan maupun karakter hasil produknya tidak kalah dengan pupuk buatan (anorganik fertilizer) bahkan pada kondisi tertentu akan dihasil-kan bio pestisida (dari asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis gasifikasi) yang dapat dimanfaatkan sebagai pengawet makanan yang tidak berbahaya (bio preservative).
Contoh :
Sistem Pertanian Terpadu dengan teknologi EM
Model sistem pertanian terpadu dengan teknologi EM telah dikembangkan dengan cukup baik oleh Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) di Bali. Memadukan budidaya tanaman, perkebunan, petemakan, perikanan, dan pengolahan daur limbah  secara selaras, serasi, dan berkesinambungan. Budi daya tanaman yang dipilih adalah tanaman semusim dan tahunan, misalnya padi, palawija, buah-buahan, sayur-sayuran, cengkeh, kopi, kelapa, dan sebagainya. Kebutuhan input budi daya tanaman menggunakan prinsip penggunaan masukan luar rendah (low external input), misalnya penggunaan pupuk kimia dan pestisida seminimal mungkin atau bahkan tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida sama sekali.
Limbah organik dari kotoran temak dan sisa-sisa tanaman difermentasikan dengan teknologi EM menjadi pupuk organik terfermentasi atau bokhasi dalam waktu yang cepat. Bokhasi dapat digunakan sebagai pupuk pertanian dan pakan ternak atau ikan. Kotoran ayam dan kotoran kambing juga dapat difermentasi dengan teknologi EM menjadi pakan temak (bokhasi pakan temak) ayam, babi, dan itik. Ide dasar pemanfaatan kotoran temak sebagai bokhasi pakan temak adalah karena kotoran ayam masih mengandung protein sebesar 14%, sedangkan kotoran kambing masih mengandung protein sebesar 12% dan serat kasar sebesar 80%, jika dibandingkan dengan hijauan pakan ternak (Wididana, 1999).
Model pertanian terpadu dengan teknologi EM dapat mengurangi masukan energi dari luar sistem pertanian untuk menghasilkan produk pertanian. Proses fermentasi dapat menaikkan kandungan nutrisi pakan temak yang berasal dari kotoran temak. Sehingga masukan energi dari luar system pertanian dapat diperkecil atau ditiadakan sama sekali. Demikian juga dalam bidang budi daya tanaman, limbah tanaman yang terbuang dapat dimanfaatkan kembali sebagai pupuk melalui proses fermentasi, sehingga disini  tidak  ada  limbah. Limbah  pertanian dapat dimanfaatkan untuk pakan Ternak dan limbah peternakan diolah jadi biogas dan  kompos  sehingga  impian  membentuk  masyarakat  tani  yang makmur dan mandiri terkonsep dengan jelas. Seperti gambar di bawah ini.
    

Penyakit Pasca panen


Busuk Kering Fusarium pada Umbi Kentang

           
Busuk kering fusarium disebabkan oleh Fusarium spp. Menyerang umbi kentang yang disimpan dalam gudang. Penyakit dapat mempunyai arti yang  cukup penting. Penyakit ini tersebar luas dan hampir terdapat di semua daerah penanam kentang di seluruh dunia. Busuk umbi terdapat di Malaysia, Filipina, dan Negara-negara Pasifik Selatan, tetapi agaknya penyakit ini belum terdapat di Thailand (Benigno dan Quebral, 1977; Giatgong, 1980; Graham, 1971; Singh, 1980).

Gejala :
Pada umbi yang disimpan permulaan serangan Fusarium tampak dengan terbentuknya bercak-bercak berlekuk dan berwarna tua, yang makin lama makin meluas. Pada permukaannya terdapat miselium berbentuk bantal-bantal yang berwarna putih sampai berwarna merah jambu dan membentuk banyak konidium. Bagian umbi yang sakit menjadi kering, berkerut, dan keras (mummifikasi), sehingga sukar dipotong dengan pisau. Bagian dalam umbi yang sakit berubah menjadi massa bertepung yang kering. Jika infeksi jamur Fusarium diikuti oleh jasad-jasad sekunder, misalnya bakteri, umbi dapat menjadi busuk basah.

Penyebab penyakit :
Penyakit ini disebabkan oleh beberapa spesies Fusarium. Yang paling banyak terdapat adalah Fusarium caeruleum (Lib.) Sacc. Spesies ini mempunyai konidium berbentuk sabit, yang umumnya bersekat 3, berukuran 30-40 x 4,5-5,5 μm, membentuk massa yang berwarna putih, oker, atau merah jambu.
F.sambucinumFuckel dan F. solani (Mart.) AppeletWr. f.sp. martiidilaporkandapatmenyebabkanbusukkeringjuga (Anon., 1987/1988).
Disampingitu, F. oxysporumSchlechtdapatmenyebabkanpenyakitini (Rayati, 1983).
            Di Malaysia jamurpenyebabbusukumbidiidentifikasisebagaiFusariumculmorum (W.G. Sm.)Sacc., F. oxysporumSchlecht. ex Fr., dan F. solani (Mart.) Sacc. (Singh, 1980).

            Daurpenyakit :
            Penyebabpenyakitiniumumterdapat di dalamtanah yang ditanamikentang.Infeksiterjadimelaluiluka-luka yang terdapatpadakulitkentang, misalnyaluka-luka yang terjadisecaramekanisselamapanenandansortasi, karenaserangga, nematode, jamur, danjugaluka-lukakarenaterbakarmatahari.TetapijamurFusariumjugadapatmengadakaninfeksipadaumbi yang utuhmelaluilentiseldanjaringan yang lemah di sekitar tunas (mata).
            Di dalamgudangpenularanberlangsungagaklambatterjadikarenaadanyakontakantaraumbi yang sehatdengan yang sakit, ataudenganperantaraankonidiumjamur.

            Faktor-faktor yang mempengaruhipenyakit :
            Intensitaspenyakitdalamgudangdibantuolehsuhupenyimpanan yang relative tinggi, cahaya yang lebihdari 50%, danpenyimpanan yang lebihdari 4 bulan. Adanyaluka-lukapadaumbimembantuinfeksi.
            KultivarDragamempunyaiketahanan yang lebihtinggiterhadapbusukkeringFusariumdaripadakultivarCipanasdanKatela (Rayati, 1983).
            MenurutSuhardi, et al (1988) pemakaiankotorankudasebagaipupukmeningkatkanjumlahumbi yang dalamgudang, baikolehFusarium spp. maupunErwiniacartovora, jikadibandingkandengankotoranayam.
           


Pengendalian :
1.      Diusahakan agar panenandansortasidilakukandenganhati-hatiuntukmenghindarkanterjadinyaluka-luka.
2.     Gudangsimpanandibersihkandenganteliti; kalauperlugudangdidesinfestasidengan formalin 4% (Anon, 1977).
3.     Umbi-umbi yang disimpandiperiksadenganteratur. Umbi yang bergejalapenyakitharusdibuangsegera.
4.     Umbi-umbibenih yang sakittidakturuttertanam.
5.     Menyimpanumbi-umbidalamsuhu yang serendahmungkin.
6.     Memberantas nematode dalamtanahuntukmengurangiluka-luka yang dapatmenjadijalaninfeksiFusarium (Anon, 1977).
7.     Dapatmenggunakanobat-obat, misalnyadenganmerendamumbi yang barusajadipungutdalamlarutan yang mengandung formalin.



Daftarpustaka :
Semangun, Haryono. 2000. Penyakit-PenyakitTanamanHortikultura di Indonesia. Yogyakarta: GadjahMada University Press