Kamis, 30 Agustus 2012

Fisiologi Tumbuhan


PERANAN ETHYLENEN
DALAM PEMASAKAN BUAH-BUAHAN


PENDAHULUAN

            Buah-buahan mempunyai arti penting sebagi sumber vitamine, mineral, dan zat-zat lain dalam menunjang kecukupan gizi. Buah-buahan dapat kita makan baik pada keadaan mentah maupun setelah mencapai kematangannya. Sebagian besar buah yang dimakan adalah buah yang telah mencapai tingkat kematangannya. Untuk meningkatkan hasil buah yang masak baik secara kualias maupun kuantitasnya dapat diusahakan dengan substansi tertentu antara lain dengan zat pengatur pertumbuan Ethylene. Dengan mengetahui peranan ethylene dalam pematangan buah kta dapat menentukan penggunaannya dalam industri pematangan buah atau bahkan mencegah produksi dan aktifitas ethyelen dalam usaha penyimpanan buah-buahan.
            Ethylene mula-mula diketahui dalam buah yang matang oleh para pengangkut buah tropica selama pengapalan dari Yamaika ke Eropa pada tahun 1934, pada pisang masak lanjut mengeluarkan gas yang juga dapat memacu pematangan buah yang belum masak. Sejak saat itu Ethylene (C2  H2) dipergunakan sebagai sarana pematangan buah dalam industri.
            Ethylene adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai zat pengatur pertumbuhan (phytohormon) yang aktif dalam pematangan. Dapat disebut sebagai hormon karena telah memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman, besifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Seperti hormon lainnya ethylene berpengaruh pula dalam proses pertumbuan dan perkembangan tanaman antara lain mematahkan dormansi umbi kentang, menginduksi pelepasan daun atau leaf abscission, menginduksi pembungaan nenas.  Denny dan Miller (1935) menemukan bahwa ethylene dalam buah, bunga, biji, daun dan akar.
            Proses pematangan buah sering dihubungkan dengan rangkaian perubahan yang dapat dilihat meliputi warna, aroma, konsistensi dan flavour (rasa dan bau). Perpaduan sifat-sifat tersebut akan menyokong kemungkinan buah-buahan enak dimakan.
            Proses pematangan buah didahului dengan klimakterik (pada buah klimakterik). Klimakterik dapat didefinisikan sebagai suatu periode mendadak yang unik bagi buah dimana selama proses terjadi serangkaian perubahan biologis yang diawali dengan proses sintesis ethylene. Meningkatnya respirasi dipengaruhi oleh jumlah ethylene yang dihasilkan, meningkatnya sintesis protein dan RNA. Proses klimakterik pada Apel diperkirakan karena adanya perubahan permeabilitas selnya yang menyebabkan enzym dan susbrat yang dalam keadaan normal terpisah, akan bergabung dan bereaksi satu dengan lainnya.
            Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses-proses perombakan maupun proses sintetik, atau keduanya. Pada jeruk manis perubahan warna ni disebabkan oleh karena perombakan khlorofil dan pembentukan zat warna karotenoid. Sedangkan pada pisang warna kuning terjadi karena hilangnya khlorofil tanpa adanya atau sedikit pembentukan zat karotenoid. Sisntesis likopen dan perombakan khlorofil merupakan ciri perubahan warna pada buah tomat.
            Menjadi lunaknya buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut, atau hidrolisis zat pati (seperti buah waluh) atau lemak (pada adpokat). Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh enzym-enzym antara lain enzym hidroltik, poligalakturokinase, metil asetate, selullose.
            Flavour adalah suatu yang halus dan rumit yang ditangkap indera yang merupakan kombinasi rasa (manis, asam, sepet), bau (zat-zat atsiri) dan terasanya pada lidah. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepet dan masam, dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberi flavour khas pada buah.
            Proses pematangan juga diatur oleh hormon antara lain AUXIN, sithokinine, gibberellin, asam-asam absisat dan ethylene.Auxin berperanan dalam pembentukan ethylene, tetapi auxin juga menghambat pematangan buah. Sithokinine dapat menghilangkan perombakan protein, gibberellin menghambat perombakan khlorofil dan menunda penimbunan karotenoid-karotenoid. Asam absisat menginduksi enzym penyusun/pembentuk karotenoid, dan ethylene dapat mempercepat pematangan.

2. ETHYLENE DAN PEMATANGAN BUAH

2. 1. Ethylene sebagai hormon pematangan

            Ethylene sebagi hormon akan mempercepat terjadinya klimakterik. Biale (1960) telah membuktikan bahwa pada buah adpokat yang disimpan di udara biasa akan matang setelah 11 hari, tetapi apabila disimpan dalam udara dengan kandungan ethylene 10 ppm selama 24 jam buah adpokat tersebut akan  matang dalam waktu 6 hari. Skema hubungan antara waktu klimatkterik dengan konsumsi oksigen pada buah adpokat dapat dilihat pada Gambar 1 (Winanro, 1970).
            Aplikasi C2H2 (Ethylene) pada buah-buahan klimakterik, makin besar konsentrasi C2H2 sampai tingkat kritis makin cepat stimulasi respirasinya. Ethylene tersebut bekerja paling efektif pada waktu tahap klimakerik, sedangkan penggunaan C2H2  pada tahap post klimakerik tidak merubah laju respirasi.
            Pada buah-buahan non klimakterik respon terhadap penambahan ethylene baik pada buah pra panen maupun pasca panen, karena produksi ethylene pada buah non klimakterik hanya sedikit. Pengaruh ethylene pada laju respirasi buah-buahan klimakerik dan non klimakterik dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.
            Dari penelitian Burg dan Burg (1962), juga dapat diketahui bahwa ethylene merangsang pemasakan klimakerik. Sedangkan menurut  Winarno (1979) dikatakan bahwa uah-buahan non klimakterik akan mengalami klimakterik setelah ditambahkan ethylene dalam jumlah yang besar. Sebagai contoh buah non klimakterik untuk percobaannya adalah jeruk. Hubungan antara waktu klimakterik dan konsumsi oksigen pada buah jeruk dapat dilihat pada Gambar 4. Di samping itu pada buah-buahan non klimakterik apabila ditambahkan ethylene beberapa kali akan terjadi klimakterik yang berulang-ulang.
            Penelitian Mattoo dan Modi (1969) telah menunjukkan bahwa C2H2 meningkatkan kegiatan enzym-enzym katalase, peroksidase, dan amylase dalam irisan-irisan mangga sebelum puncak kemasakannya. Serta selama pemacuan juga diketemukan zat-zat serupa protein yang menghambat pemasakan, dalam irisan-irisan itu dapat hilang dalam waktu 45 jam. Perlakuan dengan C2H2 mengakibatkan irisan-irisan menjadi lunak dan tejadi perubahan warna yang menarik dari putih ke kuning, yang memberi petunjuk timbulnya gejala-gejala kematangan yang khas. Gambar 5. Menunjukkan hubungan antara C2H2 dengan penhambat peroksidase pada irisan-irisan mangga Alphonso.

2. 2. Ethylene dan Permeablitas Membran

Ethylene adalah senyawa yang larut di dalam lemak sedangkan memban dari sel terdiri dari senyawa lemak. Oleh karena itu ethylene dapat larut dan menembus ke dalam membran mitochondria. Apabila mitochondria pada fase pra klimakterik diekraksi kemdian ditambah ethylene, ternyata terjadi pengembangan volume yang akan meningkatkan permeablitas sel sehingga bahan-bahan dari luar mitochondria akan dapat masuk. Dengan perubahan-perubahan permeabilitas sel akan memungkinkan interaksi yang lebih besar antara substrat buah dengan enzym-enzym pematangan.

2. 3. Ethylene dan Aktiitas ATP-ase

Ethylene mempunai peranan dalam merangsang aktiitas ATP-ase dalam penyediaan energi yang dibutuhkan dalam metabolisme. ATP-ase adalah suatu enzym yang diperlukan dalam pembuatan enegi dari ATP yang ada dalam buah. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut:

ATP -------------------------à ADP   + P ----------------------------à Energi
                ATP-ase

2. 4. Ethylene sebagai “Genetic Derepression”

Pada reaksi biolgis ada dua faktor yang mengontrol jalannya reaksi. Yang pertama adalah “Gene repression” yang menghambat jalannya reaksi yang berantai untuk dapat berlangsung terus. Yang kedua adalah “Gene Derepression” yaitu faktor yang dapat menghilangkan hambatan tersebut sehingga reaksi dapat berlangsun.
Selain itu ethylene mempengaruhi proses-proses yang tejadi dalam tanaman termasuk dalam buah, melalui perubahan pada RNA dan hasilya adalah perubahan dalam sintesis protein yang diatur RNA sehingga pola-pola enzym-enzymnya mengalami perubahan pula.

2. 5. Interaksi Ethylene dengan Auxin
Di dalam tanaman ethylene mengadakan interaksi dengan hormon auxin. Apabila konsentrasi auxin meningkat maka produksi ethylenpun akan meningkat pula. Peranan auxin dalam pematangan buah hanya membantu merangsang pembentukan ethylene, tetapi apabila konsentrasinya ethylene cukup tinggi dapat mengakibatkan terhambatnya sintesis dan aktifitas auxin.

2. 6. Produksi dan Aktifitas Ethylene

Pembentukan ethylene dalam jaringan-jaringan tanaman dapat dirangsang oleh adanya kerusakan-kerusakan mekanis dan infeksi. Oleh karena itu adanya kerusakan mekanis pada buah-buahan yang baik di pohon maupun setelah dipanen akan dapat mempercepat pematangannya.
Penggunaan sinar-sinar radioaktif dapat merangsang produksi ethylene. Pada buah Peach yang disinari dengan sanar gama 600 krad ternyata dapat mempercepat pembentukan ethylene apabila dibeika pada saat pra klimakterik, tetapi penggunaan sinar radioaktif tersebut pada saat klimakterik dapat menghambat produksi ethylene.
Produksi ethylene juga dipengaruhi oleh faktor suhu dan oksigen. Suhu renah maupun suhu tinggi dapat menekan produk si ethylene. Pada kadar oksigen di bawah sekitar 2 % tidak terbentuk ethylene, karena oksigen sangat diperlukan. Oleh karena itu suhu rendah dan oksigen renah dipergunakan dalam praktek penyimpanan buah-buahan, karena akan dapat memperpanjang daya simpan dari buah-buahan tersebut.
Aktifitas ethylene dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu, misalnya pada Apel yang disimpan pada suhu 30 C, penggunaan ethylene dengan konsentrasi tinggi tidak memberikan pengaruh yang jelas baik pada proses pematangan maupun pernafasan. Pada suhu optimal untuk produksi dan aktifitas ethylene pada bah tomat dan apel adalah 320 C, untuk buah-buahan yang lain suhunya lebih rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Isbandi, J. 1983. Pertumbuhan dan perkembangan Tanaman. Fakulas Pertanian UGM. Yogyakarta.

Kamarani. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Winarno, F.G. dan M. Aman. 1979. Fisiologi Lepas Panen. Sustra Hudaya. Bogor.

Epidemiologi

Batasan

Epidemi : Proses perkembangan (bertambah/berkurang) 
                populasi penyakit (interaksi antara patogen, tumbuhan
                inang dan faktor lingkungan dalam dimensi ruang dan
                waktu

o   Epidemi timbul apablia terjadi perubahan intensitas  penyakit pada populasi tumbuhan inang dalam dimensi waktu dan ruang
o   Epidemi adalah rangkaian proses biologi (lahir, tumbuh,
    pindah, berkembang dan mati)   
o   Proses biologis tersebut terjadi dan diukur pada tingkat
    populasi bukan pada tingkat individu

Epidemiologi menurut Kranz (1974)
        Ilmu mengenai populasi patogen dalam populasi inang dan
penyakit yang ditimbulkannya akibat pengaruh faktor
lingkungan dan rekayasa manusia

·       Untuk munculnya penyakit tanaman, harus ada interaksi antara tanaman inang, patogen dan lingkungan --- segitiga penyakit

·       Karena epidemi diukur pada taraf populasi, maka disini yang tercakup adalah populasi inang dan patogen

·       Sekarang konsep segitiga penyakit mulai ditinggalkan dan memasukan faktor manusia sebagai faktor yang ke - 4 sehingga kemudian disebut dengan PIRAMIDA PENYAKIT

·       Sejalan dengan konsep piramida penyakit, perkembangan penyakit yang semula dlihat secara kwalitatif sekarang dilihat dari sisi kwantitatif (diukur)

·       Masalah epidemi bersifat kuantitatif karena berhubungan 
dengan propogul yang dihasilkan untuk memunculkan penyakit, perkembangan intensitas penyakit, laju perkembangan penyakit

·       Pengukuran parameter epidemi ----- FITOPATOMETRI

·       Fitopatometri digunakan dalam analisis yang juga mencakup pengukuran patogen patogen baik pada linkungan alami atau buatan

·       Parameter yang diukur adalah
                      Insidensi (persentase serangan) penyakit
                      Severitas (keparahan) penyakit

·       Dalam penilai kuantitatif akan berhubungan dengan fenomena dan laju perkembangan penyakit, gradien penyakit Konsep ini dikenalkan oleh Barratt dan Van der Plank

·       Van der Plank memperkenalkan pola perkembangan penyakit yang berbunga sederhana dan majemuk

·       Seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan berkembangnya cabang ilmu lain, studi mengenai epidemi tidak hanya membahas pertumbuhan dan perkembangan penyakit pada tingkat populasi, tetapi juga membahas kehilangan hasil yang semakin lama semakin penting

·       Kerugian tidak hanya ditanggung oleh petani dan pengelola yang berhungan dengan pertanian tetapi juga melibatkan orang diluar bidang ini

·       Untuk mengetahui kehilangan hasil tentu perlu dilakukan pengukuran baik terhadap penyakit atau kehilangan hasil

·       Maka dikembangkanlah metode pengukuran kehilangan hasil (Model matematis)

·       Dalam konteks intensitas serangan penyakit harus dijaga agar kehilangan hasil jangan sampai melewati ambang kerusakan ekonomis, caranya adalah dengan melakukan peramalan terhadap perkiraan datangnya epidemi dan besarnya kehilangan hasil yang ditimbulkanya

EPIDEMI PENYAKIT UTAMA

·       Sudah lama diketahui kerugian akibat serangan penyakit , bahkan sudah dilakukan tindakan pengendalian (2000 thn), tetapi kesadaran  untuk mempelajari penyakit secara sistimatis muncul setelah adanya bencana penyakit busuk kentang pada kentang di Eropa pada pertengan abad ke-19

·       Peristiwa ini mendorong munculnya ilmu baru – FITOPATOLOGI
·       Yang pada priode ini banyak ditemukan penyakit baru

·       Diketahui munculnya penyakit sebahagian besar akibat kelengahan dan kelalaian manusia, dampak ini dinegara maju pengaruhnya relatif lebih kecil

·       Epidemi dengan ulah manusia berhubungan secara sebab akibat




Penyakit penting yang tercatat dalam sejarah

A.      Penyakit Busuk daun pada kentang

·             Disebabkan oleh jamur Phythopthora infestan
·             Terjadi pada abad ke 19  (1846), di Irlandia Utara dan menyebar dengan cepat ke Eropah Timur
·             Pada saat itu harga gandum dan daging  mahal
·             Akibatnya penduduk kekurangan bahan pangan
·             Meledak pada tahun 1846 dan berkembang juga ke AS, 1 juta penduduk Irlandia mati, 2 juta migrasi ke AS
·             70 tahun kemudian berkembang ke Jerman yang dipicu oleh perang dunia I
·             Dapat dikendalikan dengan bubur Boedeux (tembaga) tetapi tembaga dibutuhkan oleh tentara
·             Salah satu penyebab kalahnya Jerman

B.      Penyakit Hawar Daun padi
  
·             Disebabkan oleh jamur Helminthosporium oryzae
·             Didukung oleh cuaca hujan dan berawan
·             Menurunkan produksi sampai 50%
·             2 juta orang meninggal di India

C.     Penyakit Ergot pada gandum

·             Disebabkan oleh Claviceps purpurea yang menyerang biji
·             Menimbulkan gejala kejang-kejang pada manusia, karena ada alkoloid pada sclerotium
·             20 ribu tentara Rusia mati karena makan roti terkontaminasi jamur ini
·             Ratusan kuda mati

D.     Penyakit Elm

·             Disebabkan oleh jamur Ceratocytis ulmi di Belanda
o     Terbawa secara tidak sengaja oleh pekerja dari Asia Timur pada koper yang terbuat dari kayu elm
·             Di Amerika juga berjangkit karena terkontaminasi pada kayu gelondongan

E.      Penyakit Karat Kopi

·             Mewabah di Srilangka, disebabkan oleh jamur Hemilia vastatrix
·             Produksi kopi drop dari 50 ribu ton menjadi 0
·             417 perkebunan kopi tutup, sehingga penduduk kelaparan
·             Bergeser dari minum kopi ke minum the

F.      Penyakit Hawar Daun Jagung

·             Terjadi di AS pada tahun 1970, disebabkan jamur Bipolaris maydis
·             Ditemukan di Daerah Selatan (Florida), muncul sewaktu pencarian varietas jagung hibrid baru dengan persilangan yang tahan terhadap penyakit yang hanya memiliki beberapa gen tahan
·             Memancing munculnya strain baru dari jamur ini
·             Kehilangan hasil mencapai 15% dari produksi total nasional (20 juta ton)/ 1 milyar dolar


Sumber :
mata kuliah SPHPT