Sistem Pertanian terpadu merupakan
sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan
dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian dalam satu lahan, sehingga
diharapkan dapat sebagai salah satu solusi bagi peningkatan produktivitas
lahan, program pembangunan dan konservasi lingkungan, serta pengembangan desa
secara terpadu. Diharapkan kebutuhan jangka pendek, menengah, dan panjang
petani berupa pangan, sandang dan papan akan tercukupi dengan sistem pertanian
ini.
Model pertanian terpadu dalam satu
siklus biologi (Integrated Bio Cycle Farming) yang tidak ada limbah,
semua bermanfaat. Limbah pertanian untuk pakan ternak dan limbah peternakan
diolah jadi biogas dan kompos sehingga impian membentuk masyarakat tani yang
makmur dan mandiri terkonsep dengan jelas.
Konsep terapan pertanian terpadu
akan menghasilkan F4 yang sebenarnya adalah langkah pengamanan terhadap
ketahanan dan ketersediaan pangan dan energi secara regional maupun nasional,
terutama pada kawasan kawasan remote area dari jajaran kepulauan Indonesia.
(1)
F1 (FOOD)
Pangan manusia (beras, jagung,
kedelai, kacang-kacangan, jamur, sayuran, dll.), produk peternakan (daging,
susu, telor, dll.), produk budi-daya ikan air tawar (lele, mujair, nila,
gurame, dll.) dan hasil perkebunan (salak, kayu manis, sirsak, dll.)
(2) F2 (FEED)
Pakan ternak termasuk di dalamnya
ternak ruminansia (sapi, kambing, kerbau, kelinci), ternak unggas (ayam, itik,
entok, angsa, burung dara, dll.), pakan ikan budidaya air tawar (ikan hias dan
ikan konsumsi).
Dari budidaya tanaman padi akan
dihasilkan produk utama beras dan produk sampingan bekatul, sekam padi, jerami
dan kawul, semua produk sampingan apabila diproses lanjut masih mempunyai
kegunaan dan nilai ekonomis yang layak kelola. Jerami dan malai kosong (kawul)
dapat disimpan sebagai hay (bahan pakan kering) untuk ternak ruminansia atau
dibuat silage (makanan hijau terfermentasi), sedangkan bekatul sudah tidak
asing lagi sebagai bahan pencampur pakan ternak (ruminansia, unggas dan ikan).
Pakan ternak ini berupa pakan hijauan dari tanaman pagar, azolla, dan eceng
gondok.
(3) F3 (FUEL)
Akan dihasilkan energi dalam
berbagai bentuk mulai energi panas (bio gas) untuk kebutuhan domestik/masak
memasak, energi panas untuk industri makanan di kawasan pedesaan juga untuk
industri kecil. Hasil akhir dari bio gas adalah bio fertilizer berupa pupuk
organik cair dan kompos.
Pemakaian tenaga langsung lembu
untuk penarik pedati, kerbau untuk meng-olah lahan pertanian sebenarnya adalah
produk berbentuk fuel/energi.
Sekam padi dapat dikonversi menjadi
energi (pembakaran langsung maupun gasifikasi) dan masih akan menghasilkan abu
maupun arang sekam yang dapat diimplementasikan sebagai pupuk organic,
sementara apabila energi sekam padi digunakan untuk gas diesel engine akan
didapatkan lagi hasil sampingan berupa asap cair (cuka kayu) yang dapat
digunakan untuk pengewet makanan atau campuran pestisida organik.
(4) F4 (FERTILIZER)
Sisa produk pertanian melalui proses
decomposer maupun pirolisis akan menghasilkan organic fertilizer dengan
berbagai kandungan unsur hara dan C-organik yang relative tinggi. Bio/organic
fertilizer bukan hanya sebagai penyubur tetapi juga sebagai perawat tanah (soil
conditioner), yang dari sisi keekonomisan maupun karakter hasil produknya
tidak kalah dengan pupuk buatan (anorganik fertilizer) bahkan pada
kondisi tertentu akan dihasil-kan bio pestisida (dari asap cair yang dihasilkan
pada proses pirolisis gasifikasi) yang dapat dimanfaatkan sebagai pengawet
makanan yang tidak berbahaya (bio preservative).
Contoh :
Sistem Pertanian
Terpadu dengan teknologi EM
Model
sistem pertanian terpadu dengan teknologi EM telah dikembangkan dengan cukup
baik oleh Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA) di Bali. Memadukan budidaya
tanaman, perkebunan, petemakan, perikanan, dan pengolahan daur limbah secara selaras, serasi, dan berkesinambungan.
Budi daya tanaman yang dipilih adalah tanaman semusim dan tahunan, misalnya
padi, palawija, buah-buahan, sayur-sayuran, cengkeh, kopi, kelapa, dan
sebagainya. Kebutuhan input budi daya tanaman menggunakan prinsip penggunaan
masukan luar rendah (low external input), misalnya penggunaan pupuk kimia dan
pestisida seminimal mungkin atau bahkan tanpa menggunakan pupuk kimia dan
pestisida sama sekali.
Limbah
organik dari kotoran temak dan sisa-sisa tanaman difermentasikan dengan
teknologi EM menjadi pupuk organik terfermentasi atau bokhasi dalam waktu yang
cepat. Bokhasi dapat digunakan sebagai pupuk pertanian dan pakan ternak atau
ikan. Kotoran ayam dan kotoran kambing juga dapat difermentasi dengan teknologi
EM menjadi pakan temak (bokhasi pakan temak) ayam, babi, dan itik. Ide dasar
pemanfaatan kotoran temak sebagai bokhasi pakan temak adalah karena kotoran
ayam masih mengandung protein sebesar 14%, sedangkan kotoran kambing masih mengandung
protein sebesar 12% dan serat kasar sebesar 80%, jika dibandingkan dengan
hijauan pakan ternak (Wididana, 1999).
Model
pertanian terpadu dengan teknologi EM dapat mengurangi masukan energi dari luar
sistem pertanian untuk menghasilkan produk pertanian. Proses fermentasi dapat
menaikkan kandungan nutrisi pakan temak yang berasal dari kotoran temak.
Sehingga masukan energi dari luar system pertanian dapat diperkecil atau
ditiadakan sama sekali. Demikian juga dalam bidang budi daya tanaman, limbah
tanaman yang terbuang dapat dimanfaatkan kembali sebagai pupuk melalui proses
fermentasi, sehingga disini tidak ada
limbah. Limbah pertanian dapat
dimanfaatkan untuk pakan Ternak dan limbah peternakan diolah jadi biogas
dan kompos sehingga
impian membentuk masyarakat
tani yang makmur dan mandiri
terkonsep dengan jelas. Seperti gambar di bawah ini.