II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Perkembangan Gandum di
Indonesia
Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan tanaman yang berasal dari daerah
subtropis, akan tetapi melalui usaha–usaha manusia dibidang pemuliaan dan
budidaya tanaman, penyebaran tanaman gandum mulai meluas ke daerah iklim sedang
dan tropis.
Pengembangan gandum di Indonesia dimulai sejak Menteri Pertanian dipegang oleh
Prof.Dr.Ir.H. Thoyib Hadiwijaya dengan membentuk Tim Inti Uji Adaptasi Gandum
pada tahun 1978, lokasi uji coba terletak di Kabanjahe
(Sumatera Utara). Benih asal yang digunakan adalah Cimmyt Meksiko dengan
produktivitas empat
ton/ha dalam bentuk pecah kulit (Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2001 cit., Puspita,
2009).
Pengembangan uji adaptasi tersebut tidak berlanjut, Kemudian pada tahun 2000 PTISM Bogasari Flour Mills mensponsori kegiatan penelitian gandum di Indonesia melalui Proyek Gandum 2000. Penelitian tersebut dilakukan untuk mempelajari kemungkinan pengembangan gandum di Indonesia sebagai bagian dari strategi pengembangan gandum (pewilayahan gandum). Adapun proyek tersebut dilakukan melalui kerjasama antara Departemen Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor, Universitas Brawijaya, SEAMEO Biotrop, Universitas Kristen Satia Wacana (UKSW) Salatiga dan Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo. Penelitian tersebut menghasilkan pemetaan wilayah yang sesuai untuk pembudidayaan tanaman gandum (Bogasari, 2004).
Pengembangan uji adaptasi tersebut tidak berlanjut, Kemudian pada tahun 2000 PTISM Bogasari Flour Mills mensponsori kegiatan penelitian gandum di Indonesia melalui Proyek Gandum 2000. Penelitian tersebut dilakukan untuk mempelajari kemungkinan pengembangan gandum di Indonesia sebagai bagian dari strategi pengembangan gandum (pewilayahan gandum). Adapun proyek tersebut dilakukan melalui kerjasama antara Departemen Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor, Universitas Brawijaya, SEAMEO Biotrop, Universitas Kristen Satia Wacana (UKSW) Salatiga dan Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo. Penelitian tersebut menghasilkan pemetaan wilayah yang sesuai untuk pembudidayaan tanaman gandum (Bogasari, 2004).
Pada tahun 2001 pemerintah Indonesia melalui Departemen
Pertanian merintis pengembangan gandum dalam bentuk demonstrasi area di enam
provinsi yaitu Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan, dengan menggunakan benih galur asal India dan Cimmyt.
Sampai tahun 2003 Ditjen Tanaman Pangan Departemen Pertanian terus melakukan pengembangan gandum berupa
penelitian dan percobaan dalam rangka penyiapan dan perbanyakan sekaligus uji
multi lokasi. Hasil yang diperoleh dari usaha pengembangan tersebut cukup
menggembirakan dan memperoleh respon yang cukup baik dari petani dan pemerintah
daerah. Panen perdana gandum dilakukan pada tahun 2002 di Kabupaten Pasuruan,
Jawa Timur.
Selanjutnya pada tahun 2004, Ditjen Bina
Produksi Tanaman Pangan Departemen Pertanian mencanangkan dan meluncurkan
program pengembangan gandum secara massal melalui Program Pengembangan Gandum
Berkibar (Berkembang, Kurangi Impor dan Bantu Rakyat) seluas satu juta hektar yang diharapkan dapat terwujud di Indonesia.
Hingga saat ini Indonesia telah melepas empat varietas gandum yaitu : 1) Dewata berasal dari DWR 162
(India), 2) Selayar berasal dari Cimmyt Meksiko, 3) Nias berasal dari Thailand,
dan 4) Timor
berasal dari India. Keempat varietas tersebut hanya untuk dataran tinggi (>800 m dpl) dan banyak ditanam saat ini hanya varietas Dewata dan Nias.
Dilepaskannya empat varietas gandum oleh pemerintah menunjukkan bahwa gandum
dapat dikembangkan di Indonesia.
Di
Indonesia lokasi yang memiliki kondisi iklim yang sesuai untuk pertumbuhan
gandum dan telah digunakan sebagai lokasi pengembangan hingga tahun 2008 yaitu
Nangro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu,
Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan timur, dan Sulawesi Selatan (Ditjen Tanaman Pangan, 2008).
2.2 Tanaman Gandum
Berdasarkan
kegunaannya gandum dapat dibedakan menjadi gandum lunak (soft
wheat) dan gandum keras (hard
wheat), gandum lunak memiliki kadar protein 6–11 persen. Karena kandungan gluten yang dimiliki rendah maka gandum lunak cocok untuk pembuatan
kue–kue kering, biskuit, crackers, dan sebagainya yang tidak
memerlukan daya kembang yang tinggi sehingga dapat memberikan bentuk pada hasil
cetakan kue. Gandum
keras memiliki kadar protein 11–17 persen dan gluten yang lebih tinggi daripada gandum lunak sehingga dapat
menghasilkan tepung gandum yang kuat daya kembangnya dan sangat cocok untuk
pembuatan roti. Selain itu gandum keras
warnanya lebih gelap dan tidak memperlihatkan zat pati yang putih seperti
gandum lunak (Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2001 cit.,
Puspita, 2009).
Dirjen
Bina Produksi Tanaman Pangan (2001), menyatakan akar tanaman gandum memiliki dua macam akar yaitu akar kecambah, merupakan akar
pertama yang tumbuh dari embrio dan akar adventif yang kemudian tumbuh dari
buku dasar. Berbeda dengan akar kecambah yang kemudian mati, akar adventif
membentuk sistem perakaran yang perakarannya berada sedalam 10-30 cm di bawah
permukaan tanah.
Batang
tanaman gandum tegak, berbentuk silinder dan membentuk tunas. Ruas-ruasnya pendek dan buku-bukunya
berongga. Pada tanaman dewasa terdiri dari rata-rata enam ruas. Tinggi tanaman
gandum atau panjang batang dipengaruhi oleh sifat genetik dan lingkungan tumbuh
(Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2001 cit.,
Puspita 2009).
Daun
pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang
terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Helaian daun gandum tersusun dalam
setiap batang, setiap daun membentuk sudut 1800
dari daun yang satu dengan daun
yang lainnya. Daun telinga (auricle)
barwarna pucat atau kemerah-merahan. Sedangkan lidah daun tidak berwarna, tipis
dan berujung bulu-bulu dan halus (Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2001).
Bunga
tanaman gandum berbentuk malai terdiri dari bulir-bulir. Tiap bulir terdiri
dari lima buah bunga. Malai tersusun buku dan ruas yang
pendek dan menyempit pada pangkal dan ujungnya melebar. Ujung bulir membentuk
rambut yang panjang bervariasi (Nasir, 1987 cit.,
Sudarmini, 2001). Gandum termasuk
tanaman yang mengadakan penyerbukan sendiri, kemungkinan penyerbukan silang 1-4
persen (Dirjen
Bina Produksi Tanaman Pangan, 2001).
Butir
gandum (kernel, grain) secara botani
adalah buah (caryopsis). Kulit biji
berimpit dengan kulit buah. Biji terdiri dari nutfah (germ atau embrio), endosperm, scutellum. dan lapisan aleuron. Bentuk butir bervariasi dari lonjong bundar
sampai lonjong lancip. Biji gandum berwarna merah kecoklat-coklatan, putih dan
warna diantara keduanya (Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2001 cit,
Puspita, 2009).
Manfaat
gandum sebagai bahan pangan sangat beragam terutama dalam diversifikasi pangan
seperti makanan ringan roti, mie, biskuit, pudding,
es krim, macaroni, kue, bahan pakan
ternak seperti gabah, dedak, bungkil, dan untuk industri dalam pembuatan
kerajinan, hiasan dan pembuatan kertas (Direktorat Budidaya Serealia,
2008). Sebagai bahan pangan gandum, gandum telah cukup
dikenal oleh masyarakat Indonesia. Manfaat gandum yang beragam merupakan
keunggulan yang dimiliki oleh gandum.
2.3
Budidaya Gandum
Pada
dasarnya tanaman
gandum dapat beradaptasi secara luas dipermukaan bumi, mulai dari dekat khatulistiwa sampai 60°LU dan 40°LS. Daerah-daerah
penyebarannya adalah 30-60°LU dan 25-40°LS.
Di Indonesia gandum ditanam di daerah pegunungan diatas 800 meter diatas
permukaan laut (dpl). Suhu minimum untuk pertumbuhan adalah 2-4°C, suhu optimum
sekitar 20-25°C sedangkan suhu maksimum 37°C. Umumnya tanaman
gandum membutuhkan curah hujan minimum 250 mm, curah hujan selama periode
hidupnya diperlukan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan. Kebutuhan air
bervariasi setiap fase perkembangan tergantung kondisi iklim dan tanah ( Chang,
1968, cit., Sudarmini, 2001).
Penggunaan air tanaman ini ditentukan oleh waktu tanam, jumlah benih yang
disemai, varietas dan kombinasi diantara faktor-faktor tersebut. Tanaman gandum banyak ditanam pada daerah-daerah dengan
kisaran curah hujan 350–1.250 mm. Curah hujan
efektif untuk pertanaman gandum adalah 825 milimeter per tahun akan
memberikan produksi yang tinggi, dengan pelaksanaan
pergiliran tanaman dan pembuatan saluran irigasi
(Direktorat Budidaya Serealia, 2008).
Kekurangan air pada
fase pertumbuhan
gandum dapat mempengaruhi hasil akhir yang diperoleh. Periode pertumbuhan yang
sangat sensitif terhadap kekurangan air terjadi selama fase pembungaan organ
reproduksi dan pembungaan (Jakson, 1977 cit.,
Sudarmini, 2001)
Menurut Kaufman (1972) dalam Tobing (1987) dalam Sudarmini (2001) pengaruh kekurangan air pada masa
reproduktif tanaman dalam tiga tahap yaitu : tahap pembungaan, tahap
perkembangan buah dan tahap pematangan buah. Pada tahap pembungaan tidak
terdapat pengaruh khusus, tetapi dengan berkurangnya air dapat mengurangi
produksi bunga. Pada tahap perkembangan buah, kekurangan air dapat dilihat pada
ukuran buah yang mengecil. Sedangklan kekurangan air pada tahap pematangan buah
akan mempengaruhi kemasakan dan kualitas buah yang dihasilkan.
Tanaman
gandum dapat beradaptasi dengan baik pada kelembaban udara yang relatif rendah.
Di daerah-daerah pegunungan yang ada di Indonesia kelembaban udara
rata-rata adalah 90 persen dalam musim hujan dan 80 persen dalam musim
kemarau. Waktu yang paling baik dalam
menanam gandum di Indonesia adalah menjelang musim kemarau sehingga fase pematangan
jatuh pada musim kemarau, karena pada bulan pertama dan kedua diperlukan air
yang merata dan cukup jumlahnya dalam pembentukan tunas dan primordial. Sedangkan pada bulan ketiga mulai fase
pematangan tidak memerlukan banyak air.
Untuk daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur penanaman gandum
dimulai bulan Maret sampai dengan bulan Juni dengan curah hujan 643-841
milimeter dan hari hujan 2,8-3,6 hari per bulan, sedang suhu berkisar antara
15,1-20,6°C (Direktorat Budidaya Serealia, 2008).
Intensitas radiasi
surya mempengaruhi semua komponen hasil yaitu : pertumbuhan, jumlah malai
persatuan luas, jumlah bulir isi per malai dan rata-rata bobot bulir.
Pembentukan malai yang maksimum selain tergantung pada varietasnya juga akan
sangat tergantung pada tingkat intenstas radiasi surya pada masa pertumbuhan.
Makin tinggi intensitas radiasi surya maka akan mempertinggi pembentukan malai
dan sama pula terjadi pada laju fotosintesis (Tobing, 1987 cit., Sudarmini, 2001).
Adaptasi
tanaman gandum terhadap jenis-jenis tanah juga sangat luas, akan tetapi jenis
tanah yang baik adalah tanah yang dapat menahan air dalam jumlah yang cukup
selama pertumbuhan tanaman. Umumnya jenis tanah untuk pertanaman gandum di Indonesia
adalah andosol, regosol kelabu, latosol dan aluvial, pH tanah yang baik untuk pertumbuhan gandum
adalah berkisar 6,8-7,5. Syarat tanah
yang baik untuk pertumbuhan tanaman gandum adalah : 1) hara yang diperlukan
cukup tersedia 2) tidak ada zat toksik 3) kelembapan mendekati kapasitas lapang
4) suhu tanah rata-rata berkisar 12-28°C 5) aerasi tanah baik
dan 6)
tidak ada lapisan padat yang menghambat penetrasi akar
gandum untuk menyusuri tanah.
Benih
yang digunakan benih bermutu, hal ini sangat penting disamping untuk menghasilkan produksi
tinggi juga untuk ketahanan terhadap hama dan penyakit menyerang.
Dalam memilih benih sebaiknya benih yang digunakan
berasal dari malai yang matang pada batang utama, mempunyai bentuk dan warna
yang seragam dan mempunyai bobot yang tinggi dan seragam serta bebas dari hama
dan penyakit. Varietas yang ada dan
pernah dikembangkan di Indonesia baru beberapa varietas saja diantaranya Nias,
Timor, Selayar dan Dewata namun dari ke empat tersebut yang banyak ditanam oleh
petani adalah varietas Selayar, Dewata dan Nias. Kebutuhan benih untuk setiap
hektarnya tergantung dari daya tumbuh benih.
Bila benih dengan daya tumbuh 95 persen cukup dua butir/lubang dengan jarak tanam 20 x 10 cm diperlukan 30
kg benih/ha. Sedangkan benih berdaya
tumbuh kurang dari 95 persen, jumlah benih/lubang leniih dari dua butir sehingga jumlah benih yang dibutuhkan 35 kg
benih/ha (Direktorat Budidaya Serealia, 2008).
Karena
penanaman gandum dilakukan pada musim kemarau setelah musim hujan maka tanah
diberakan untuk menjaga aerasi tanah.
Pengolahan dilakukan dua kali yaitu:
1) Pengolahan pertama pencangkulan/pembajakan dengan tujuan menggemburkan tanah
dan membasmi gulma; 2) Pengolahan tanah
kedua yaitu satu minggu setelah pengolahan pertama, sekaligus pemberian pupuk
organik bila diperlukan kemudian tanah dibiarkan selama 7-10 hari. Sebelum
penanaman terlebih dahulu dibuat lubang pertanaman dengan cara ditugal,
kemudian benih dimasukan 2-3 butir/lubang dan ditutup dengan tanah halus.
Jarak tanam tergantung dari tingkat kesuburan tanah.
Jarak tanam yang sering digunakan adalah 20 x 10 cm, 25 x
10 cm, dan 30 x 10 cm (Direktorat Budidaya Serealia, 2008
cit., Puspita,
2009).
Waktu
pemupukan dapat dilakukan sebelum tanam atau pada saat tanam sebagai pupuk
dasar. Pupuk pertama yang harus
diberikan adalah TSP dan KCl serta sebagian pupuk N. Dosis pemupukan dapat ditentukan oleh jumlah
hara yang tersedia di dalam tanah.
Jumlah pupuk organik yang biasa digunakan sebanyak 20 ton/ha. Sedangkan
pupuk anorganik sebanyak 120 kg N/ha, 45-90 kg
P/ha
dan 30-60 kg K/ha. Pemberian pupuk urea dapat diberikan 2-3 kali
(Direktorat Budidaya Serealia, 2008).
Penyiangan
dilakukan 2-3 kali tergantung banyaknya populasi gulma. Penyiangan pertama,
kedua dan ketiga dilakukan pada saat tanaman berumur satu bulan, tiga minggu setelah penyiangan pertama dan selanjutnya
tergantung pada jumlah populasi gulma. Di Indonesia hama yang menyerang tanaman
gandum dan cukup berbahaya adalah Aphhids, Walang sangit, Ulat grayak,
Penggerek batang, Sundep dan Nematoda (Direktorat Budidaya Serealia, 2008
cit., Puspita,
2009).
Gandum
siap dipanen setelah 80 persen dari rumpun telah bermalai, jerami batang dan daun
mengering dan menguning. Jika 20 persen dari bagian malai telah matang penuh,
butir gandum cukup keras bila dipijit ditangan.
Jika gandum yang terlalu matang cenderung rebah dan rontok disamping itu
akan menurunkan bobot butir gandum. Untuk menentukan gandum cukup untuk dipanen
yaitu dengan cara menggosok butir–butir gandum dengan tangan dan terlepas dari
malainya. Batang gandum dipotong 30 cm dari ujung malai kemudian diikat. Malai yang baru dipanen dikeringkan, dijemur pada
panas matahari selama 1-2 hari agar malai mudah dirontokan. Gandum dirontokan dengan irik, diinjak-injak
atau dipukul pada kisi-kisi kawat. Setelah perontokan biji gandum dikeringkan
sampai kadar air 14 persen (Direktorat Budidaya Serealia, 2008).
2.4 Identifikasi Plasma Nutfah
Plasma
nutfah adalah potensi genetik dari makhluk hidup.
Keanekaragaman plasma nutfah memungkinkan organisme untuk beradaptasi dengan
perubahan kondisi lingkungan. Tidak ada satu individu pun dari spesies manapun
yang mendukung semua keragaman genetik dari spesies itu. Ini berarti bahwa
total potensi genetik hanya terwakili di dalam populasi yang terdiri banyak
individu. Potensi genetik seperti ini disebut genepool. Potensi yang terdapat
dalam genepool merupakan dasar atau fondasi bagi tanaman pertanian, kehutanan,
ternak dan sebagainya. Plasm nutfah hanya dapat dipelihara dalam jaringan yang hidup (living tissue) seperti pada embrio dari
biji mati maka hilanglah plasma nutfah (Ardi, 2006).
Keanekaragaman
hayati satu spesies dapat dilihat dari hubungan kekerabatan antar genotipe
dalam spesies tersebut. Hubungan kekerabatan yang jauh mengindikasikan bahwa
keanekaragaman hayati dalam spesies tersebut masih tinggi. Untuk mendapatkan
informasi diperlukan adanya suatu program karakterisasi dari plasma
nutfah.
Erosi
genetik pada jenis-jenis yang dieksploitasi tanpa dasar ilmiah memberikan
dampak yang memprihatinkan. Fragmentasi dan kerusakan habitat, pengurasan alami
dan penanaman kultivar lokal akan menyebabkan keanekaragaman genetika makin
lama makin menipis dan akan berakhir dengan kepunahan gen-gen yang berpotensi (Sastrapradja, et al., 1989). Solusi yang paling realistis untuk menanggulangi
erosi sumberdaya genetik yang terus terjadi adalah dengan melakukan konservasi
genetika. Kegiatan ini berupa pengelolaan koleksi dan pemeliharaan pusat-pusat
sumber daya
genetik yang mewakili spektrum keanekaragaman genetik.
Pengolahan
sumber daya
genetik tumbuhan meliputi upaya untuk melestarikan, mengamankan sekaligus
memanfaatkan keanekaragaman genetik seoptimal mungkin sehingga berguna, baik
bagi generasi sekarang, maupun yang akan datang. Pada spesies tanaman budidaya,
sumber genetik telah lama diketahui sebagai aset yang sangat berharga bagi
program perbaikan sifat tanaman (Oldfield, 1989). Langkah-langkah operasional
dalam pengelolaan sumber daya genetika yang lengkap meliputi : 1)
kegiatan eksplorasi, inventarisasi, dan identifikasi
sumberdaya genetik, 2) melakukan koleksi secara eksitu dan insitu, 3) dokumentasi, 4) evaluasi, karakterisasi, dan katalogisasi, 5) pemanfaatan, seleksi, hibridisasi, dan perakitan varietas, 6) konservasi dan rejuvinasi, serta 7) pertukaran materi, perlindungan, dan komersialisasi.
Poespodarsono
(1998) menyebutkan, proses atau langkah kedua dari tujuh langkah yang harus
dilakukan seorang pemulia untuk memuliakan suatu tanaman adalah dengan
menyediakan materi pemuliaan. Suatu tanaman dapat dimuliakan salah satunya bila
ada perbedaan genetik pada materi pemuliaan yang dimilki oleh pemulia. Jadi
untuk melakukan pemuliaan pada tanaman, perlu keragamaan dari tanaman tersebut,
oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi karakteristik morfologi dari
tanaman tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
[APTINDO]
Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia. 2007. Laporan APTINDO Tahun 2007.
Jakarta: APTINDO.
[APTINDO]
Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia. 2009. Peran
Aptindo dalam Mendukung Pengembangan Gandum di Indonesia. Jakarta: APTINDO.
.2010. Laporan
APTINDO Tahun 2010. Jakarta: APTINDO.
Ardi.
2006. Pelestaran Plasma nutfah. Bahan
Kuliah. Fakultas Pertanian Unversitas Andalas. Padang.
Bari. A, musa. S, Sjamsudin. 1974. Pengantar pemuliaan Tanaman. Institut Pertanian Bogor.
Direktorat Budidaya Serealia. 2008. Inventarisasi Pengembangan Gandum. Jakarta : Departemen Pertanian.
Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan. 2001. Teknologi Produksi Gandum. Jakarta :
Departemen Pertanian.
Dirjen
Bina Produksi Tanaman Pangan. 2003. Pedoman Teknis Peningkatan Produktivitas
Gandum. Jakarta: Departemen Pertanian.
Ditjen Tanaman Pangan.
2008. Bahan Publikasi : Pengembangan
Gandum. Jakarta : Departemen Pertanian.
http://www.deptan.go.id/20011.
Gandum. Diakses pada tanggal 23 April 2011.
Nurmala, T. 1980. Budidaya
TanamanGandum. Bandung : PT. Karya Nusantara Jakarta.
Oldfield, M.L. 1989. The Value Of Conserving Recources.
Sinauer : Sunderland.
Oldfield,
M.L.
1998. Pengantar Pemuliaan Tanaman.
Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Puspita, A.A.D. 2009. Analsis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Gandum Lokal
di Indonesia. [Skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor.
Simanjuntak, Riduan. Budidaya Gandum di Indonesia
Sebagai Alternatif Dalam Upaya Mengurangi Ketergantungan Terhadap Impor Gandum
dan Impor Terigu. http://riduansimanjuntak.multiply.com/journal/item/7/Budidaya_Gandum_di_Indonesia_Sebagai_Alternatif_Dalam_Upaya_Mengurangi_Ketergantungan_Terhadap_Impor_Gandum_dan_Impor_Terigu. Diakses pada tanggal 12 April 2011.
Sovan, M. 2002. Penangan pascapanen gandum. Disampaikan pada acara rapat koordinasi
pengembangan gandum di Pasuruan, Jawa Timur, 3-5 September 2002. Direktorat Serealia Direktorat Jenderal Bina
Produksi Tanaman Pangan.
Sudarmini. 2001. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Gandum
(Triticum aestivum L.)
Pada Periode Tanam dan Taraf Pemupukan
Nitrogen Yang Berbeda. [Skripsi]. Bogor. Fakultas MIPA Institut Pertanan
Bogor.
Swasti, E. Dan Jamsari. 2005. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Fakultas
Pertanian. Universitas Andalas. Pasang
Swasti, Etti. 2007. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Fakultas
Pertanian Universitas Andalas. Padang.
Sumber :
Hariandi, Doni. 2012. Uji Adaptasi Beberapa Genotipe Gandum (Triticum
aestivum l.) di Sukarami, Kabupaten Solok. Unand: Padang.