Kamis, 03 Januari 2013

Pemanfaatan Limbah Pertanian Jerami Padi Dalam Pembuatan Kompos



Pemakaian pupuk buatan pada pengelolaan sawah intensif secara terus menerus dapat merusak kesuburan tanah dan akhirnya berdampak pada menurunnya hasil produksi padi.  Selain itu, Pengelolaan lahan sawah yang tidak tepat juga menyebabkan turunnya produksi. Hal ini disebabkan pada setiap musim, gabah dan jerami diangkut keluar lahan, yang berarti membawa sejumlah besar hara ke luar lahan.  Begitu juga dengan pemberian pupuk buatan dalam usaha intensifikasi tanaman padi yang telah diperkenalkan cenderung mengutamakan pemakaian pupuk nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dalam bentuk Urea, TSP/SP-36, dan KCl tanpa penambahan unsur mikro, dan nyaris tidak menggunakan pupuk alam sebagai sumber bahan organik seperti pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, dan lain–lain.  Hal itu mengakibatkan tanah sawah di Indonesia telah kekurangan bahan organik, sehingga terjadi ketidakseimbangan hara.
Jerami  yang merupakan limbah pertanaman padi, merupakan material yang potensial dan mudah didapatkan sehingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai sumber pupuk bagi tanaman.  Penggunaan jerami padi, juga sangat berpotensi untuk digalakkan sebagai sumber bahan organik insitu di lahan  persawahan. Namun kadar hara jerami, terutama N sangat rendah, dan agak sukar lapuk. Akan tetapi jerami mengandung silikat (Si) cukup tinggi, yang jarang ditambahkan petani ke lahan persawahan serta kurang didapat pada bahan organik lainnya. Dari tulisan  Darmawan et al (2007), kadar silikat (Si) tanah sawah utama sudah berkurang dari 1,646 ± 581 kg SiO2 ha-1 menjadi 1,283 ± 533 kg SiO2 ha-1 (-22 %) dari  tahun 1970 sampai 2006 di Jawa.
Jerami padi mengandung Si sebesar 13,16 %. Unsur Si merupakan hara penting bagi tanaman padi (Petria Susila, 1997). Berdasarkan hasil penelitian Naim (1982), pemberian silikat (Si) dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan tanpa pemberian Si, terutama kondisi pemberian air pada kapasitas lapang. Dengan demikian, untuk memacu produksi padi sangat diperlukan hara yang cukup secara berkelanjutan.
Selain itu, di dalam jerami terdapat beberapa unsur hara yang berguna untuk tanaman seperti Nitrogen dan Kalium sehingga dengan membakar jerami berarti sama saja dengan membakar uang karena jerami yang dibakar tersebut sebenarnya dapat membantu menggantikan pupuk KCl sebanyak 1 sak (50 kg). Dengan mengembalikan jerami padi ke lahan sawah, petani dapat menghemat biaya pupuk karena tidak perlu lagi memberikan pupuk KCl (http://bengkulu.litbang.deptan.go.id).
Kebiasaan petani di lapangan yang biasanya membakar jerami dan sangat jarang dimanfaatkan oleh petani sebagai sumber bahan organik merupakan suatu kebiasaan yang salah, selain menyebabkan kerusakan pada lingkungan ternyata juga menyebabkan kerusakan pada  tanah areal persawahan karena lama kelamaan unsur hara yang terdapat pada tanah sawah akan selalu berkurang tanpa adanya pengembalian kembali. Dengan membakar jerami justru akan menghancurkan sebagian bahan organiknya. Pengolahan jerami membutuhkan tenaga, waktu, dan pekerjaan tambahan yang banyak, sehingga perlu dicari cara lain agar jerami tersebut dapat dimanfaatkan oleh para petani. Salah satu alternatif yaitu dengan pembuatan kompos.
Pupuk kompos merupakan salah satu jenis pupuk yang ramah lingkungan. Selain berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah yang dapat menigkatkan produksi pertanian, juga sangat aman bagi kelestarian lingkungan. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan untuk pembuatan pupuk kompos ini berasal dari tumbuh-tumbuhan yang juga berasal dari alam itu sendiri. Selain itu pembuatan pupuk kompos ini hanya memerlukan biaya yang elatif murah. Sehingga dapat menekan pengeluaran yang dibayarkan oleh petani. Berkurangnya biaya yang dikeluarkan petani juga dapat meningkatkan pendapatan mereka, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kesejahteraan para petani.
Jerami sangat bagus dijadikan kompos, selain mengandung bahan-bahan organik yang dapat menyuburkan tanah, hara-hara yang terangkut oleh jerami pada saat panen dapat dikembalikan lagi ke lahan sawah, sehingga diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk buatan meskipun masih perlu penambahan pupuk buatan. Pembuatan kompos jerami biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melapuk bila dibandingkan dengan bahan kompos mudah lapuk lainnya.
Kompos selain dibuat dari jerami dapat juga dibuat dari seresah atau sisa-sisa tanaman lain. Rumput-rumputan, sisa-sisa daun dan batang pisang, atan daun-daun tanaman dapat juga dibuat kompos. Pada prinsipnya semua limbah organik dapat dijadikan kompos. Batang kayu, bambu, ranting-ranting pohon, atau tulang juga termasuk bahan organik tetapi sebaiknya tidak ikut dikomposkan dengan jerami. Limbah-limbah ini termasuk limbah organik keras. Meskinpun dapat juga dibuat kompos, namun bahan-bahan ini memerlukan waktu yang lama untuk terdekomposisi.( http://forum.detik.com)
Dengan mengolah kembali limbah jerami menjadi kompos, kita dapat menghemat pembelian pupuk organik. Jika kita membandingkan pupuk organik sebanyak 1 kg dengan harga Rp.2000-7500 , dengan pupuk kompos jerami 1 kg yang dapat dibuat sendiri dengan biaya operasional Rp 0, ,maka dapat menghemat biaya operasional lahan sebesar Rp. 2000-7500 per 5 meter persegi lahan. Pembuatan pupuk jerami hanya mempergunakan teknologi fermentasi. Selama masa fermentasi akan terjadi proses pelapukan dan penguraian jerami menjadi kompos. Selama waktu fermentasi ini akan terjadi perubahan fisik dan kimiawi jerami. Proses pelapukan ini dapat diamati secara visual antara lain dengan peningkatan suhu, penurunan volume tumpukan jerami, dan perubahan warna.( http://isroi.wordpress.com)
Prinsip pembuatan kompos pada prinsipnya adalah menumpukkan bahan-bahan organik dan membiarkannya terurai menjadi bahan-bahan yang mempunyai nisbah C/N rendah sebelum digunakan sebagai pupuk.  Beberapa alasan bahan organik harus dikomposkan terlebih dahulu adalah :
·           Kita tidak selalu mempunyai pupuk kandang atau bahan organik lainnya pada saat dibutuhkan.  Jadi dalam hal ini pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum digunakan sebagai pupuk.
·           Struktur bahan organik segar sangat kasar dan daya ikatnya terhadap air kecil.  Bila bahan ini lansung dibenamkan akan menyebabkan tanah akan berderai.  Hal ini mungkin baik bagi tanah-tanah berat tapi tidak demikian untuk tanah-tanah ringan.
·           Bila tanah cukup mengandung udara dan air, penguraian bahan organik berlansung cepat.  Akibatnya jumlah CO2 dalam tanah akan meningkat dengan cepat sehingga pertumbuhan tanaman akan teganggu.  Disamping itu jumlah NO3 dalam tanah akan berkurang karena adanya pengikatan oleh jasad renik yang menguraikan bahan organik itu.
·           Bahan segar pada penguraiannya hanya sedikit sekali memberikan humus dan unsur hara ke dalam tanah.  Jadi untuk memperoleh humus yang cukup banyak diperlukan banyak sekali bahan segar.
·           Pada pembuatan kompos, biji-biji gulma, benih, hama dan penyakit bisa mati karena panas.
·           Sering kali dilakukan pembakaran bahan organik sebagai usaha mempercepat proses mineralisasi.  Dengan cara ini tidak akan diperoleh penambahan humus dan N ke dalam tanah karena habis terbakar.  Oleh karena itu diperlukan pembuatan kompos.
Syarat-syarat bahan kompos:
a.         Struktur bahan-banah yang akan dibut kompos tidk boleh terlalu kasar. Bahan-bahan seperti jerami, bahkan pangkasan pupuk hijau sebaiknya di potong-potong menjadi potongan yang lebih halus.
b.  Bahan-bahan yang miskin n harus dicampur dengan bahan yang kaya N, juga dengan bahan yang banyak mengandung jasad renik, misalnya pupuk kandang, humus,dan lain sebagainya.  Kadang-kadang juga diberi sedikit pupuk N buatan.
Cara penumpukkan bahan kompos
            Bahan untuk kompos ditumpuk berlapis-lapis di atas tanah. Tiap lapisan setebal 30 cm, dan tinngi total penumpukkan sekitar 1.5 meter dengan luas lapisan lebih kurang 2 x 3 meter.  Untuk mempercepat proses penguraian, pada setiap lapisan dapat diberi kapur atau abu dapur.  Tumpukkan kompos harus cukup basah dan terlindung dari cahaya matahari dan hujan.  Kemudian setiap minggu tumpukkan di bongkar untuk dibalik dan ditumpuk kembali.  Dengan jalan demikian perubahan di dalam tumpukan dapat merata.  Setelah 3-4 kali pembalikan dan penumpukan kembali akan di peroleh kompos yang sudah masak.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penguraian bahan tanaman utama dalam pembuatan kompos adalah :
Ø  .Kandungan bahan asal.  Kadar lignin, wax damar dan senyawa sejenisnya di dalam bahan asal.  Makin banyak bahan ini, makin lambat proses penguraian.
Ø  Ukuran bahan asal.  Makin halus bagian-bagian tanaman yang digunakan, penguraiannya akan berlansung lebih cepat.  Oleh karena itu sebaiknya bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat kompos dipotong-potong terlebih dahulu.
Ø  Kadar n bahan kompos.  Bahan asal yang kaya n akan cepat terurai karena jasad renik yang mengurai tersebut memerlukan n untuk pertumbuhannya.  Oleh sebab itu pada pembuatan kompos perlu ditambah sedikit pupuk N buatan.
Ø  pH tumpukkan kompos.  Supaya proses penguraian berlansung cepat, pH tumpukkan kompos tidak boleh terlalu rendah maka perlu diberi kapur ataupun abu dapur.
Ø  Cukup mengandung air dan udara ( O2 ).  Bila tumpukan kurang mengandung air, akan bercendawan sehingga penguraiannya terhambat dan tidak sempurna.  Sebaliknya bila terlalu banyak mngandung air, keadaanya menjadi anaerob yang akan merugikan jasad renik perombak.
Ø  Suhu Optimal.  Bagi berlansungnya proses perombakan suhu optimal adalah 30-45o C.
Ø  Bahan asalnya.  Sebaiknya merupakan campuran dari berbagai macam bahan tanaman, maka proses penguraiannya relatif lebih cepat dari pada bila hanya terdiri dari bahan-bahan tanaman yang sejenisnya.
Ø  Porositas.  Porositas adalah ruang antara partikel  dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Ø  Kandungan Bahan Berbahaya.Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Ø  Aerasi.Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos, dan sebagainya.
            Didalam tumpukan bahan organik seperti pada pembuatan kompos selalu terjadi berbagai macam perubahan yang dilakukan oleh jasad-jasad renik.  Perubahan-perubahan itu antara lain: 
a). Penguraian hidrat arang ( selulosa, hemiselulosa,dsb) menjadi CO2 dan H2O atau CH4 dan H2. b). Penguraian protein menjadi amoniak, CO2 dan air, c). Pengikatan beberapa jenis unsur hara dalam tubuh jasad renik terutama N disamping P dan K yang akan terlepas kembali bila jasad itu mati, d). Pembebasan unsur hara dari senyawa organik menjadi senyawa anorganik yang tersedia bagi tanaman, e). Penguraian lemak dan lilin menjadi karbondioksida dan air.
            Akibat dari perubahan-perubahan tersebut diatas berat dan isi bahan-bahan itu sangat berkurang.  Sebagian besar dari senyawa-senyawa karbon hilang ke udara.  Kadar senyawa N yang larut meningkat dan peningkatan ini akan tergantung pada perbandingan C/N bahan asalnya.  Dengan demikian nisbah C/N semakin kecil dan akhirnya relatif konstan pada 15-22.  Sejalan dengan perubahan-perubahan dan kehilangan karbon tersebut akan terjadi peningkatan kadar humus dalam bahan organik tersebut. 
            Sifat dan Ciri kompos yang diinginkan sebagai hasil pengomposan antara lain adalah sebagai berikut :
v  Senyawa-senyawa karbon harus dirombak sesempurnanya.
v  Senyawa-senyawa Nitrogen sebagian besar harus sudah menjadi ammonium.
v  Kehilangan N harus sekecil mungkin
v  Sisa-sisa sebagai humus harus sebamyak mungkin
v  Senyawa P dan K harus menjadi bentuk yang mudah diserap oleh tanaman.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1.        Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2.        Mengurangi volume/ukuran limbah
3.        Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
  1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
  2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
  1. Meningkatkan kesuburan tanah
  2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
  3. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah
  4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
  5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
  6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
  7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
  8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

Sumber :
Asmara, L. 1999. Pengaruh Perbanyakkan medium starter Trichoderma harzianum terhadap kecepatan proses pengomposan dan kualitas kompos jerami padi ( Oryza sativa ). Skripsi fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang.

BPTPH II padang. 2000. Trichoderma Agen Hayati Multiguna. Yayasan Masyarakat Peduli Petani.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2008.  Kompos Jerami.  Padang

Hakim, N.,Nyakpa, M.Y., A. M.  Lubis., M.A. Pulung., A. G. Amrah., G.B. Hong.. 1987. Pupuk dan Pemupukkan. BKS-PTN-Barat/WUAE Project. Palembang.

Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor.



http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos



Cara Budidaya Tanaman Kakao yang Baik



Syarat Pertumbuhan Kakao
 Iklim 
Ditinjau dari wilayah penanamannya, cokelat ditanam pada daerah-daerah yang berada pada 10oLU-10oLS. Areal penanaman cokelat yang ideal adalah daerah-daerah bercurah hujan 1.100-3.000 mm/tahun. Suhu udara ideal  bagi pertumbuhan cokelat adalah 30-32oC (maksimum) dan 18-21oC (minimum). Berdasarkan keadaan iklim di Indonesia, suhu udara 25–26oC merupakan suhu udara rata-rata tahunan tanpa faktor pembatas. Karena itu, daerah-daerah tersebut sangat cocok jika ditanami cokelat. Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman cokelat akan menyebabkan lilit batang kecil, daun sempit dan tanaman relatif pendek. 
 Media Tanam 
 Pertumbuhan bibit tanaman  kakao terbaik diperoleh pada tanah yang didominasi oleh mineral  liat  smektit dan berturut-turut diikuti oleh tanah yang mengandung khlorit, kaolinit dan haloisit.b)   Tanaman cokelat dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki keasaman (pH) 6-7,5; c)   Air tanah yang mempengaruhi aerasi dalam rangka pertumbuhan dan serapan hara. Untuk itu, kedalam air tanah diisyaratkan minimal 3 m, d)   Faktor kemiringan lahan sangat menentukan kedalaman air tanah. Pembuatan teras pada lahan yang kemiringannya 8% dan 25% masing-masing dengan lebar minimal 1 m dan 1,5 m. Sedangkan lahan yang kemiringannya lebih dari 40% sebaiknya tidak ditanami cokelat. Daerah yang cocok untuk penanaman cokelat adalah lahan yang berada pada ketinggian 200-700 m dpl.  

Pedoman Teknis Budidaya
 Pembibitan 
Perbanyakan tanaman kakao lebih sering dilakukan dengan cara generatif karena bibit dihasilkan dalam waktu yang cepat dan jumlah yang banyak. Persyaratan Benih Benih yang baik berasal dari buah berbentuk normal, sehat dan masak di pohon Buah tersebut berwarna kuning, jika diguncang timbul suara dan jika diketuk dengan tangan timbul gema. Bibit yang baik harus memenuhi persyaratan, antara lain:
a)   Pertumbuhan bibit normal, yaitu tidak kerdil dan tidak terlalu jagur.
b)   Bebas hama dan penyakit serta kerusakan lainnya.
c)   Berumur 4–6 bulan. 
 Penyiapan Benih 
Buah dipotong  membujur, lalu benih yang berada di bagian tengah diambil sebanyak 20-25. Bersihkan lendir buah dengan meremas-remasnya dalam serbuk gergaji lalu dicuci dengan air dan direndam dengan fungisida. Benih dijemur di bawah sinar matahari. Benih yang baik memiliki daya kecambah sedikitnya 80%.  
Teknik Penyemaian Benih 
Lokasi bedengan persemaian dibersihkan dari pohon dan rumput serta batu dan kerikil. Ukuran bedengan 1,2 x 1,5 m panjang 10-15 m dan tinggi 10 cm arah utara-selatan. Tanah bedengan dicangkul 30 cm, setelah dirapikan diberi lapisan pasir 5-10 cm dan tepi bedengan diberi dinding penahan dari kayu/batu bata. Bedengan diberi naungan dari anyaman daun alang-alang, kelapa/tebu dengan tinggi atap di sisi Timur 1,5 m dan di sisi Barat 1,2 m.  Sebelum disemai benih dicelup ke dalam formalin 2,5% selama 10 menit. Benih dibenamkan (mata benih diletakkan di bagian bawah) ke dalam lapisan pasir sedalam 1/3 bagian dengan jarak tanam 2,5 x 5 cm.  Segera setelah penyemaian, benih disiram. Penyiraman selanjutnya dilakukan dua kali sehari dan disemprot insektisida jika perlu. Keping biji terbuka tidak serentak sehingga perlu dibantu dengan tangan. Setelah 4-5 hari di persemaian benih sudah berkecambah dan siap dipindahtanamkan ke polybag. 
 Pemeliharaan pembibitan 
Media pembibitan berupa campuran tanah subur, pupuk kandang dan pasir dengan perbandingan 2:1:1, kemudian media ini  diayak dan dimasukkan ke dalam polybag 20 x 30 cm sampai 1-2 cm di bawah tepi polybag.  Kecambah yang memenuhi syarat untuk dipindahkan ke dalam pembibitan berkecambah pada hari ke 4-5 dan akarnya lurus. Satu kecambah kakao dimasukkan ke dalam lubang sedalam telunjuk, lalu lubang ditutup dengan media.  Polybag berisi kecambah disimpan di lokasi pembibitan dengan jarak 60 cm dalam pola segitiga sama sisi. Supaya tidak bergerak, polibag diletakkan di dalam alur sedalam 5 cm atau ditimbun dengan tanah secukupnya. Pembibitan dinaungi oleh pohon pelindung atau dibuat atap dari anyaman bambu Pembibitan disiram dua kali sehari kecuali jika hujan. Air siraman tidak boleh menggenangi permukaan media.  Bibit  dipupuk setiap 14 hari sampai berumur 3 bulan dengan ZA (2 gram/bibit) atau urea (1 gram/bibit) atau NPK (2 gram/bibit). Pupuk diberikan pada jarak 5 cm melingkarai batang kecuali untuk urea yang diberikan dalam bentuk larutan. Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida dan fungisida setiap 8 hari.  
Pemindahan Bibit Setelah berumur 3 bulan, bibit dalam polybag dipindahkan ke lapangan dan naungan dikurangi secara bertahap.  Bibit yang baik untuk ditanam di lapangan berumur 4-5 bulan, tinggi 50-60 cm, berdaun 20-45 helai dengan sedikitnya 4 helai daun tua, diameter batang 8 mm dan sehat. Dengan jarak tanam 3 x 3 m, kebutuhan bibit untuk satu hektar adalah 1250 batang termasuk untuk penyulaman. 
Pengolahan Media Tanam 
Persiapan
Lahan perkebunan coklat/kakao dapat berasal dari hutan asli, hutan sekunder, tegalan, bekas tanaman perkebunan atau pekarangan. Lahan yang miring harus dibuat teras-teras agar tidak terjadi erosi. Areal dengan kemiringan 25-60% harus dibuat teras individu.  
Pembukaan Lahan 
Cara penyiapan lahan dapat dengan cara pemberihan selektif dan pembersihan total. Alang-alang di tanah tegalan harus dibersihkan/dimusnahkan supaya tanaman kakao dan pohon naungan dapat tumbuh baik. Untuk memperlancar pembuangan air, saluran drainase yang secara alami telah ada harus dipertahankan dan berfungsi sebagai saluran primer. Saluran sekunder dan tersier dibangun sesuai dengan keadaan lapangan.  
Pengapuran 
Tanah-tanah dengan pH di bawah 5 perlu diberi kapur berupa batu kapur sebanyak 2 ton/ha atau kapur tembok sebanyak 1.500 kg/ha.
Pemupukan 
Pemupukan sebelum bibit ditanam dapat dilakukan guna untuk merangsang pertumbuhan bibit cokelat. Lubang-lubang tersebut perlu diberi pupuk dengan pupuk Agrophos sebanyak 300 gram/lubang atau pupuk urea sebanyak 200 gram/lubang, pupuk TSP sebanyak 100 gram/lubang. Pupuk-pupuk tersebut diberikan 2 (dua) minggu sebelum penanaman bibit cokelat, kemudian lubang tersebut ditutup kembali dengan tanah atas yang dicampur dengan pupuk  kandang/kompos. 
Teknik Penanaman 
 Penentuan Pola Tanaman 
Tanaman kakao mutlak memerlukan pohon pelindung yang ditanam sebagai tanaman lorong diantara tanaman-tanaman kakao. Terdapat dua macam pohon pelindung yaitu:a)   Pohon pelindung sementara. Pohon ini diperlukan untuk melindungi tanaman kakao muda (belum berproduksi) dari tiupan angin dan sinar matahari. Jenis pohon yang dapat ditanam adalah pisang (Musa paradisiaca), turi (Sesbania sp.), Flemingia congesta atau Clotaralia sp.b)   Pohon pelindung tetapPohon ini harus dipertahankan sepanjang hidup tanaman kakao dan berfungsi sebagai melindungi tanaman kakao yang sudah produktif dari kerusakan sinar matahari dan menghambat kecepatan angin. Jenis pohon yang cocok adalah Lamtoro (Leucena sp.), Sengon Jawa (Albizia stipula), Dadap (Erythrina sp.) dan Kelapa (Cocos nucifera). Pohon pelindung tetap ditanam dengan jarak tanam 6 x 3 m.  Jarak tanam yang diajurkan adalah 3 X 3 m2 dengan kerapatan pohon 1.100 batang pohon/hektar. Jarak ini sangat ideal karena nantinya pohon akan membentuk tajuk yang seimbang sehingga tanaman tidak akan mudah tumbang.
 Pembuatan Lubang Tanam 
Lubang tanam dibuat 2-3 bulan sebelum tanam dengan ukuran:a)   40 x 40 x 40 cm untuk tanah bertekstur sedangb)   60 x 60 x 60 cm atau 80 x 80 x 80 cm untuk tanah bertekstur beratc)   30 x 30 x 30 cm untuk tanah bertekstur ringan Lubang dipupuk dengan Agrophos 300 gram/lubang atau campuran urea 200 gram/lubang dan Sp-36 100 gram/lubang. Tutup kembali lubang tanam. 
 Cara Penanaman 
a)   Polybag disayat pada bagian sisi dan bawah, keluarkan bibit dan media dalam keadaan utuh.
b)   Lubangi  lubang tanam yang telah ditutup lagi tersebut selebar diameter polybag. Letakkan bibit sehingga permukaan media sejajar dengan tanah.
c)   Masukkan kembali tanah galian dan padatkan tanah di sekeliling bibit.
d)   Topang batang bibit dengan dua potong kayu/bambu.
e)   Untuk mencegah gangguan hewan, tanaman kakao harus diberi pagar pengaman dari bambu.
Pemeliharaan Tanaman 
Penjarangan dan Penyulaman 
Penyulaman dapat dilakukan sampai tanaman berumur 10 tahun. 
Sanitasi lingkungan
Sanitasi dilakukan dengan penyiangan, membersihkan bagian tanaman yang terinfeksi, membuang cangkang buah yang berserakan di bawah pohon. Untuk penyiangan dilakukan dengan membabat tanaman pengganggu sekitar 50 cm dari pangkal batang atau dengan herbisida sebanyak 1,5-2,0 liter/ha yang dicampur dengan 500-600 liter air. Penyiangan yang paling aman adalah dengan cara mencabut tanaman pengganggu.Tujuan penyiangan/pengendalian gulma adalah untuk mencegah persaingan dalam penyerapan air dan unsur hara, untuk mencegah hama dan penyakit serta gulma yang merambat pada tanaman cokelat/kakao. Dalam pemberantasan gulma harus dikaukan rutin minimal satu bulan sekali, yaitu dengan menggunakan cangkul, koret/dicabut dengan tangan. 
Pemangkasan 
Tujuan pemangkasan adalah untuk menjaga/pencegahan serangan hama atau penyakit, membentuk pohon, memelihara tanaman dan untuk memacu produksi.  
a)   Pemangkasan bentuk1.   Fase muda. Dilakukan pada saat tanaman berumur 8-12 bulan dengan membuang cabang yang lemah dan mempertahankan 3-4 cabang yang letaknya merata ke segala arah untuk membentuk jorquette (percabangan) 2. Fase remaja. Dilakukan pada saat tanaman berumur 18-24 bulan dengan membuang cabang primer sejauh 30-60 cm dari jorquette (percabangan)
b)   Pemangkasan pemeliharaan.Membuang tunas yang tidak diinginkan, cabang kering, cabang melintang dan ranting yang menyebabkan tanaman terlalu rimbun.
c)   Pemangkasan produksi. Bertujuan untuk mendorong tanaman agar memiliki kemampuan berproduksi secara maksimal. Pemangkasan ini dilakukan untuk mengurangi kelebatan daun.  
Pemupukan 
Dosis pemupukan tanaman yang belum berproduksi (gram/tanaman):
a)   Umur 2 bulan: ZA=50 gram/pohon.
b)   Umur 6 bulan: ZA=75 gram/pohon; TSP=50 gram/pohon; KCl=30 gram/pohon; Kleserit=25 gram/pohon
c)   Umur 12 bulan: ZA=100 gram/pohon
d)   Umur 18 bulan: ZA=150 gram/pohon; TSP=100 gram/pohon; KCl=70 gram/pohon; Kleserit=50 gram/pohon
e)   Umur 24 bulan: ZA=200 gram/pohon Dosis pemupukan tanaman berproduksi (gram/tanaman):a)   Umur 3 tahun: ZA = 2 x 100 gram/pohon, Urea = 2 x 50 gram/pohon, TSP = 2 x 50 gram/pohon, KCl = 2 x 50 gram/pohon.b)   Umur 4 tahun: ZA = 2 x 100 gram/pohon, Urea = 2 x 100 gram/pohon, TSP = 2 x 100 gram/pohon, KCl = 2 x 100 gram/pohon.c)   5 tahun: ZA = 2 x 250 gram/pohon, Urea = 2 x 125 gram/pohon, TSP= 2 x 125 gram/pohon, KCl = 2 x 125 gram/pohon. Pemupukan dilakukan dengan membuat alur sedalam 10 cm di sekeliling batang kakao dengan diameter kira-kira ½ tajuk. Waktu pemupukan di awal musim hujan dan akhir musim hujan.
Penyiraman 
Penyiraman tanaman cokelat yang tumbuh dengan kondisi tanah yang baik dan berpohon pelindung, tidak perlu banyak memerlukan air. Air yang berlebihan  menyebabkan kondisi tanah menjadi sangat lembab. Penyiraman pohon cokelat dilakukan pada tanaman muda terutama tanaman yang tak diberi pohon pelindung. 
 Penyemprotan Pestisida 
Penyemprotan pestisida  dilakukan dengan dua tahapan, pertama bersifat untuk pencegahan sebelum diketahui ada hama yang benar-benar menyerang. Kadar dan jenis pestisida  disesuaikan. Penyemprotan tahapan kedua adalah usaha  pemberantasan hama, selain jenis juga kadarnya ditingkatkan. Misal untuk pemberantasan digunakan insektisida berbahan aktif seperti Dekametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Matador 25 EC), Sipermetrin (Cymbush 5 EC), Metomil Nudrin 24 WSC/Lannate 20 L) dan Fenitron  (Karbation 50 EC). 
Penyerbukan Buatan 
Dari bunga yang muncul hanya 5% yang akan menjadi buah, peningkatan persentase pembuahan dapat dilakukan dengan  penyerbukan buatan. Bagian bunga yang mekar digosok denga  bunga jantan yang telah dipetik sebelumnya, kemudian bunga ditutup dengan sungkup. Penggosokan dilakukan dengan jari tangan.
 Rehabilitasi Tanaman Dewasa 
Tanaman dewasa yang produktivitasnya mulai menurun tidak diremajakan (ditebang untuk diganti tanaman baru), tetapi direhabilitasi dengan cara okulasi tanaman dewasa dan sambung samping tanaman dewasa. Cara yang kedua lebih unggul karena peremajaan dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, murah dan lebih cepat berproduksi. Entres (bahan sambungan) diambil dari kebun entres atau produksi yang telah diseleksi, berupa cabang berwarna hijau, hijau kekakaoan atau kakao, diameter 0,75-1,50 cm dan panjang 40-50 cm. Sambungan dapat dibuka setelah 3-4 minggu. 
 Panen Sering
Panen sering bertujuan untuk mengurangi jumlah OPT terutama PBK yang menyerang buah kakao.

Hama dan Penyakit 
Hama 
1.        Penggerek Buah Kakao (Conopomorpha cramerella Snell)
2.        Kepik Penghisap Buah (Helopeltis sp.)
3.        Penggerek Batang atau Cabang (Zeuzera coffeae)
4.        Ulat Api (Darna trima)
5.        Ulat Jengkal/Ulat Kilan (Hyposidra talaca)
6.        Apogonia sp.
7.        Tikus (Rattus argentiventer Rob. & Kloss)
Penyakit 
1.        Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora)
2.        Kanker Batang (Phytophthora palmivora)
3.        Vascular Streak Dieback (Oncobasidium theobromae)
4.        Jamur Upas (Corticium salmonicolor)
5.        Penyakit Antraknose (Colletotrichum gloeosporioides)

Panen
Ciri dan Umur Panen 
Buah cokelat/kakao bisa dipenen apabila perubahan warna  kulit dan setelah fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang  usia 5 bulan. Ciri-ciri buah akan dipanen adalah warna kuning pada alur buah; warna kuning pada alur buah dan punggung alur buah; warna kuning pada seluruh permukaan buah dan warna kuning tua pada seluruh permukaan buah. Kakao masak pohon dicirikan dengan perubahan warna buah:a)   Warna buah sebelum masak hijau, setelah masak alur buah menjadi kuning.b)   Warna buah sebelum masak merah tua, warna buah setelah masak merah muda, jingga, kuning. Buah akan masak pada waktu 5,5 bulan (di dataran rendah) atau 6 bulan (di dataran tinggi) setelah penyerbukan. Pemetikan buah dilakukan pada buah yang tepat masak. Kadar gula buah kurang masak rendah sehingga hasil fermentasi kurang baik, sebaliknya pada buah yang terlalu masak, biji seringkali telah berkecambah, pulp mengering dan aroma berkurang.  
Cara Panen  
Untuk memanen cokelat digunakan pisau tajam. Bila letak buah tinggi, pisau disambung dengan bambu. Cara pemetikannya, jangan sampai melukai batang yang ditumbuhi buah. Pemetikan cokelat hendaknya dilakukan hanya dengan memotong tangkai buah tepat dibatang/cabang yang ditumbuhi buah. Hal tersebut agar tidak menghalangi pembungaan pada periode berikutnya. Pemetikan berada di bawah pengawasan mandor. Setiap mandor mengawasi 20 orang per hari. Seorang pemetik dapat memetik buah kakao sebanyak  1.500 buah per hari.  Buah matang dengan kepadatan cukup tinggi dipanen dengan sistem 6/7 artinya buah di areal tersebut dipetik enam hari dalam 7 hari. Jika kepadatan buah matang rendah, dipanen dengan sistem 7/14.  
Periode Panen 
Panen dilakukan 7-14 hari sekali. Selama panen jangan melukai batang/cabang yang ditumbuhi buah karena bunga tidak dapat tumbuh labi di tempat tersebut pada periode berbunga selanjutnya.  
Prakiraan Produksi 
Tanaman kakao mencapai produksi maksimal pada umur 5-13 tahun. Produksi per hektar dalam satu tahun adalah 1.000 kg biji kakao kering.  

 Pascapanen 
 Pengumpulan 
Buah yang telah dipanen biasanya dikumpulkan pada tempat tertentu dan dikelompokkan menurut kelas kematangan. Pemecahan kulit dilaksanakan dengan menggunakan kayu bulat yang keras. 
 Penyortiran/pengelompokkan
 Biji kakao kering dibersihkan dari kotoran dan dikelompokkan berdasarkan mutunya:a)   Mutu A: dalam 100 gram biji terdapat 90-100 butir bijib)   Mutu B: dalam 100 gram biji terdapat 100-110 butir bijic)   Mutu C: dalam 100 gram biji terdapat 110-120 butir biji. 
Penyimpanan 
Biji kakao basah diperam (difermentasi) selama 6 hari di dalam kotak kayu tebal yang dilapisi aluminium dan bagian bawahnya diberi lubang-lubang kecil dengan cara sebagai berikut:a)   Tumpukkan biji di dalam kotak dengan tinggi tumpukan tidak lebih dari 75.b)   Tutup dengan karung goni atau daun pisang.c)   Aduk-aduk biji secara periodik (1 x 24 jam) agar suhu naik sampai 50 derajat C.
 Pengemasan dan Pengangkutan
 Biji-biji cokelat yang sudah kering dapat dimasukan dalam karung goni. Tiap goni diisi 60 kilogram biji cokelat kering. kemudian karung-karung yang berisi biji cokelat kering tersebut disimpan dalam gudang yang bersih, kering dan berfentilasi yang baik. Sebaiknya biji cokelat tersebut sudah segera bisa dijual dan diangkut dengan menggunakan truk dan sebagainya. Penyimpanan di gudang, sebaiknya tidak lebih dari 6 bulan, dan setiap tiga bulan harus diperiksa untuk melihat ada tidaknya jamur atau hama yang menyerang biji cokelat.
 Penanganan Lain 
Setelah diperam, biji dicuci agar mengkilap (biji kakao jenis Bulk tidak dicuci) setelah itu dikeringkan sampai kadar airnya 6-7%. Pengeringan bisa dengan sinar matahari atau alat pengering.

Sumber :
Anonim. 1998.  Pengenalan dan Pengendalian Hama-Penyakit Tanaman Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember. No. Seri:01.004.98. 28 hal.

Enwistle. 1972. Hama dan Penyakit Utama Tanaman Kakao (terjemahan). http://id.findpdf.org/wiki.com (1809-2010).

Hindayana, Dadan dkk. 2002. Musuh Alami, Hama dan Penyakit Tanaman Kakao. Proyek Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat, Direktorat Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta.

Iskandar, A.Md. 2010. Cara Budidaya Kakao. Gedung Wani (Leaflet1)

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi MIG Corp.

Pracaya. 2008. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.

Bahayanya Pestisida



Pestisida adalah salah satu hasil teknologi modern yang mempunyai peranan penting dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Beberapa abad terakhir, penggunaan pestisida telah meningkatkan produksi pertanian secara signifikan. Penggunaan dengan cara yang tepat dan aman adalah hal mutlak yang harus dilakukan mengingat walau bagaimanapun, pestisida adalah bahan yang beracun. Penggunaan pestisida bertujuan untuk menekan populasi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) secara cepat dibandingkan dengan pengendalian lainnya.
Menurut Abadi (2005), penggunaan pestisida mengakibatkan dampak yang sebelumnya tidak diperhitungkan. Pestisida dapat menyebabkan terjadinya resistensi pada patogen tumbuhan dan hama, populasi hama dapat meningkat setelah disemprot pestisida berkali-kali, bahkan dapat terjadi ledakan hama yang dulunya dianggap tidak penting, lebih penting lagi adalah dampak negatif pestisida terhadap kesehatan manusia dan pelestarian lingkungan.
Atmawidjaja, et al (2004), pestisida adalah bahan kimia racun, pemakaian pestisida berlebihan dapat menjadi sumber pencemar bagi bahan pangan, air dan lingkungan hidup. Residu sejumlah bahan kimia yang ditinggalkan melalui berbagai siklus, langsung atau tidak langsung, dapat sampai ke manusia, terhirup melalui pernapasan dan masuk ke saluran bersama makanan dan air minum.
            Permasalahan hama dan penyakit pada tanaman tetap tinggi setelah kebijakan subsidi pestisida, kekhawatiran pencemaran lingkungan meningkat karena penggunaan pestisida, pemerintah Indonesia kemudian mengambil keputusan untuk menerapkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan mengeluarkan Inpres no. 3 pada tahun 1986. Kemudian dikeluarkan undang-undang no. 12 tahun 1992 tentang budidaya tanaman yang menyebutkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu.
Dinamika Pestisida di lingkungan
Pestisida sebagai salah satu agen pencemar ke dalam lingkungan baik melalui udara, air maupun tanah dapat berakibat langsung terhadap komunitas hewan, tumbuhan terlebih manusia. Pestisida yang masuk ke dalam lingkungan melalui beberapa proses baik pada tataran permukaan tanah maupun bawah permukaan tanah. Masuk ke dalam tanah berjalan melalui pola biotransformasi dan bioakumulasi oleh tanaman, proses reabsorbsi oleh akar serta masuk langsung pestisida melalui infiltrasi aliran tanah.
Gejala ini akan mempengaruhi kandungan bahan pada sistem air tanah hingga proses pencucian zat pada tahap penguraian baik secara biologis maupun kimiawi di dalam tanah. Proses pencucian (leaching) bahan-bahan kimiawi tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas air tanah baik setempat dan maupun secara region dengan 5 berkelanjutan. Apabila proses pemurnian unsur-unsur residu pestisida berjalan dengan baik dan tervalidasi hingga aman pada wadah-wadah penampungan air tanah, misal sumber mata air, sumur resapan dan sumur gali untuk kemudian dikonsumsi oleh penduduk, maka fenomena pestisida ke dalam lingkungan bisa dikatakan aman. Namun demikian jika proses tersebut kurang berhasil atau bahkan tidak berhasil secara alami, maka kondisi sebaliknya yang akan terjadi.
Penurunan kualitas air tanah serta kemungkinan terjangkitnya penyakit akibat pencemaran air merupakan implikasi langsung dari masuknya pestisida ke dalam lingkungan. Aliran permukaan seperti sungai, danau dan waduk yang tercemar pestisida akan mengalami proses dekomposisi bahan pencemar. Dan pada tingkat tertentu, bahan pencemar tersebut mampu terakumulasi hingga dekomposit. Pestisida di udara terjadi melalui proses penguapan oleh foto-dekomposisi sinar matahari terhadap badan air dan tumbuhan. Selain pada itu masuknya pestisda diudara disebabkan oleh driff yaitu proses penyebaran pestisida ke udara melalui penyemprotan oleh petani yang terbawa angin. Akumulasi pestisida yang terlalu berat di udara pada akhirnya akan menambah parah pencemaran udara.
Gangguan pestisda oleh residunya terhadap tanah biasanya terlihat pada tingkat kejenuhan karena tingginya kandungan pestisida persatuan volume tanah. Unsur-unsur hara alami pada tanah makin terdesak dan sulit melakukan regenerasi hingga mengakibatkan tanah masam dan tidak produktif.

Sumber :
Sutanto, Rachman. 2002. Pertanian Organik. Yogyakarta: Kanisius.
http://www.google.co.id/Pengaruh Pestisida Terhadap kesehatan