Pemakaian
pupuk buatan pada pengelolaan sawah intensif secara terus menerus dapat merusak
kesuburan tanah dan akhirnya berdampak pada menurunnya hasil produksi
padi. Selain itu, Pengelolaan
lahan sawah yang tidak tepat juga menyebabkan turunnya produksi. Hal ini
disebabkan pada setiap musim, gabah dan jerami diangkut keluar lahan, yang
berarti membawa sejumlah besar hara ke luar lahan. Begitu juga dengan pemberian pupuk buatan
dalam usaha intensifikasi tanaman padi yang telah diperkenalkan cenderung
mengutamakan pemakaian pupuk nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dalam
bentuk Urea, TSP/SP-36, dan KCl tanpa penambahan unsur mikro, dan nyaris tidak
menggunakan pupuk alam sebagai sumber bahan organik seperti pupuk kandang,
pupuk hijau, kompos, dan lain–lain. Hal
itu mengakibatkan tanah sawah di Indonesia telah kekurangan bahan organik,
sehingga terjadi ketidakseimbangan hara.
Jerami yang
merupakan limbah pertanaman padi, merupakan material yang potensial dan mudah
didapatkan sehingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai sumber pupuk bagi
tanaman. Penggunaan jerami padi, juga sangat berpotensi untuk
digalakkan sebagai sumber bahan organik insitu
di lahan persawahan. Namun kadar hara
jerami, terutama N sangat rendah, dan agak sukar lapuk. Akan tetapi jerami
mengandung silikat (Si) cukup tinggi, yang jarang ditambahkan petani ke lahan
persawahan serta kurang didapat pada bahan organik lainnya. Dari tulisan Darmawan et
al (2007), kadar silikat (Si) tanah sawah utama sudah berkurang dari 1,646
± 581 kg SiO2 ha-1 menjadi 1,283 ± 533 kg SiO2
ha-1 (-22 %) dari tahun 1970
sampai 2006 di Jawa.
Jerami padi mengandung Si sebesar 13,16 %. Unsur Si
merupakan hara penting bagi tanaman padi (Petria Susila, 1997). Berdasarkan
hasil penelitian Naim (1982), pemberian silikat (Si) dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi padi hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan
tanpa pemberian Si, terutama kondisi pemberian air pada kapasitas lapang.
Dengan demikian, untuk memacu produksi padi sangat diperlukan hara yang cukup
secara berkelanjutan.
Selain itu, di dalam jerami
terdapat beberapa unsur hara yang berguna untuk tanaman seperti Nitrogen dan
Kalium sehingga dengan membakar jerami berarti sama saja dengan membakar uang
karena jerami yang dibakar tersebut sebenarnya dapat membantu menggantikan
pupuk KCl sebanyak 1 sak (50 kg). Dengan mengembalikan jerami padi ke lahan
sawah, petani dapat menghemat biaya pupuk karena tidak perlu lagi memberikan
pupuk KCl (http://bengkulu.litbang.deptan.go.id).
Kebiasaan petani di lapangan yang biasanya membakar
jerami dan sangat jarang dimanfaatkan oleh petani sebagai sumber bahan organik
merupakan suatu kebiasaan yang salah, selain menyebabkan kerusakan pada
lingkungan ternyata juga menyebabkan kerusakan pada tanah areal persawahan karena lama kelamaan
unsur hara yang terdapat pada tanah sawah akan selalu berkurang tanpa adanya
pengembalian kembali. Dengan membakar jerami justru akan menghancurkan sebagian
bahan organiknya. Pengolahan jerami membutuhkan tenaga, waktu, dan pekerjaan
tambahan yang banyak, sehingga perlu dicari cara lain agar jerami tersebut
dapat dimanfaatkan oleh para petani. Salah satu alternatif yaitu dengan
pembuatan kompos.
Pupuk kompos merupakan salah satu jenis pupuk yang ramah
lingkungan. Selain berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah yang dapat
menigkatkan produksi pertanian, juga sangat aman bagi kelestarian lingkungan.
Hal ini disebabkan karena bahan-bahan untuk pembuatan pupuk kompos ini berasal
dari tumbuh-tumbuhan yang juga berasal dari alam itu sendiri. Selain itu
pembuatan pupuk kompos ini hanya memerlukan biaya yang elatif murah. Sehingga
dapat menekan pengeluaran yang dibayarkan oleh petani. Berkurangnya biaya yang
dikeluarkan petani juga dapat meningkatkan pendapatan mereka, hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya peningkatan kesejahteraan para petani.
Jerami sangat bagus dijadikan kompos, selain
mengandung bahan-bahan organik yang dapat menyuburkan tanah, hara-hara yang
terangkut oleh jerami pada saat panen dapat dikembalikan lagi ke lahan sawah,
sehingga diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk buatan meskipun masih
perlu penambahan pupuk buatan. Pembuatan
kompos jerami biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melapuk bila
dibandingkan dengan bahan kompos mudah lapuk lainnya.
Kompos selain
dibuat dari jerami dapat juga dibuat dari seresah atau sisa-sisa tanaman lain.
Rumput-rumputan, sisa-sisa daun dan batang pisang, atan daun-daun tanaman dapat
juga dibuat kompos. Pada
prinsipnya semua limbah organik dapat dijadikan kompos. Batang
kayu, bambu, ranting-ranting pohon, atau tulang juga termasuk bahan organik
tetapi sebaiknya tidak ikut dikomposkan
dengan jerami. Limbah-limbah ini termasuk limbah organik keras. Meskinpun dapat
juga dibuat kompos, namun
bahan-bahan ini memerlukan waktu yang lama untuk terdekomposisi.(
http://forum.detik.com)
Dengan mengolah kembali limbah jerami menjadi kompos, kita dapat
menghemat pembelian pupuk organik. Jika kita membandingkan pupuk organik
sebanyak 1 kg dengan harga Rp.2000-7500 , dengan pupuk kompos jerami 1 kg yang
dapat dibuat sendiri dengan biaya operasional Rp 0, ,maka dapat menghemat biaya
operasional lahan sebesar Rp. 2000-7500 per 5 meter persegi lahan. Pembuatan
pupuk jerami hanya mempergunakan teknologi fermentasi. Selama masa fermentasi
akan terjadi proses pelapukan dan penguraian jerami menjadi kompos. Selama
waktu fermentasi ini akan terjadi perubahan fisik dan kimiawi jerami. Proses pelapukan
ini dapat diamati secara visual antara lain dengan peningkatan suhu, penurunan
volume tumpukan jerami, dan perubahan warna.( http://isroi.wordpress.com)
Prinsip
pembuatan kompos pada prinsipnya adalah menumpukkan
bahan-bahan organik dan membiarkannya terurai menjadi bahan-bahan yang
mempunyai nisbah C/N rendah sebelum digunakan sebagai pupuk. Beberapa alasan bahan organik harus
dikomposkan terlebih dahulu adalah :
·
Kita tidak selalu mempunyai pupuk kandang atau bahan organik lainnya pada
saat dibutuhkan. Jadi dalam hal ini
pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum digunakan
sebagai pupuk.
·
Struktur bahan organik segar sangat kasar dan daya ikatnya terhadap air
kecil. Bila bahan ini lansung dibenamkan
akan menyebabkan tanah akan berderai.
Hal ini mungkin baik bagi tanah-tanah berat tapi tidak demikian untuk
tanah-tanah ringan.
·
Bila tanah cukup mengandung udara dan air, penguraian bahan organik
berlansung cepat. Akibatnya jumlah CO2
dalam tanah akan meningkat dengan cepat sehingga pertumbuhan tanaman akan
teganggu. Disamping itu jumlah NO3
dalam tanah akan berkurang karena adanya pengikatan oleh jasad renik yang
menguraikan bahan organik itu.
·
Bahan segar pada penguraiannya hanya sedikit sekali memberikan humus dan
unsur hara ke dalam tanah. Jadi untuk
memperoleh humus yang cukup banyak diperlukan banyak sekali bahan segar.
·
Pada pembuatan kompos, biji-biji gulma, benih, hama dan penyakit bisa mati
karena panas.
·
Sering kali dilakukan pembakaran bahan organik sebagai usaha mempercepat
proses mineralisasi. Dengan cara ini
tidak akan diperoleh penambahan humus dan N ke dalam tanah karena habis
terbakar. Oleh karena itu diperlukan
pembuatan kompos.
Syarat-syarat
bahan kompos:
a.
Struktur bahan-banah yang akan dibut kompos tidk boleh terlalu kasar.
Bahan-bahan seperti jerami, bahkan pangkasan pupuk hijau sebaiknya di
potong-potong menjadi potongan yang lebih halus.
b. Bahan-bahan yang miskin n harus dicampur
dengan bahan yang kaya N, juga dengan bahan yang banyak mengandung jasad renik,
misalnya pupuk kandang, humus,dan lain sebagainya. Kadang-kadang juga diberi sedikit pupuk N
buatan.
Cara penumpukkan bahan kompos
Bahan untuk kompos ditumpuk berlapis-lapis di atas tanah.
Tiap lapisan setebal 30 cm, dan tinngi total penumpukkan sekitar 1.5 meter
dengan luas lapisan lebih kurang 2 x 3 meter.
Untuk mempercepat proses penguraian, pada setiap lapisan dapat diberi
kapur atau abu dapur. Tumpukkan kompos
harus cukup basah dan terlindung dari cahaya matahari dan hujan. Kemudian setiap minggu tumpukkan di bongkar
untuk dibalik dan ditumpuk kembali.
Dengan jalan demikian perubahan di dalam tumpukan dapat merata. Setelah 3-4 kali pembalikan dan penumpukan
kembali akan di peroleh kompos yang sudah masak.
Beberapa
faktor yang mempengaruhi penguraian bahan tanaman utama dalam pembuatan kompos
adalah :
Ø .Kandungan bahan asal. Kadar lignin, wax damar dan senyawa
sejenisnya di dalam bahan asal. Makin
banyak bahan ini, makin lambat proses penguraian.
Ø Ukuran bahan asal. Makin halus bagian-bagian tanaman yang
digunakan, penguraiannya akan berlansung lebih cepat. Oleh karena itu sebaiknya bahan-bahan yang
akan digunakan untuk membuat kompos dipotong-potong terlebih dahulu.
Ø Kadar n bahan kompos. Bahan asal yang kaya n akan cepat terurai
karena jasad renik yang mengurai tersebut memerlukan n untuk
pertumbuhannya. Oleh sebab itu pada
pembuatan kompos perlu ditambah sedikit pupuk N buatan.
Ø pH tumpukkan kompos. Supaya proses penguraian berlansung cepat, pH
tumpukkan kompos tidak boleh terlalu rendah maka perlu diberi kapur ataupun abu
dapur.
Ø Cukup mengandung air dan udara
( O2 ). Bila tumpukan kurang
mengandung air, akan bercendawan sehingga penguraiannya terhambat dan tidak
sempurna. Sebaliknya bila terlalu banyak
mngandung air, keadaanya menjadi anaerob yang akan merugikan jasad renik
perombak.
Ø Suhu Optimal. Bagi berlansungnya proses perombakan suhu
optimal adalah 30-45o C.
Ø Bahan asalnya. Sebaiknya merupakan campuran dari berbagai
macam bahan tanaman, maka proses penguraiannya relatif lebih cepat dari pada
bila hanya terdiri dari bahan-bahan tanaman yang sejenisnya.
Ø Porositas.
Porositas adalah ruang antara partikel dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung
dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini
akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses
pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan
berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Ø Kandungan Bahan
Berbahaya.Beberapa bahan
organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba.
Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang
termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama
proses pengomposan.
Ø Aerasi.Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam
kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat
terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang
lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas
dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi
proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat
ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam
tumpukan kompos, dan sebagainya.
Didalam tumpukan bahan organik seperti pada pembuatan
kompos selalu terjadi berbagai macam perubahan yang dilakukan oleh jasad-jasad
renik. Perubahan-perubahan itu antara
lain:
a). Penguraian hidrat arang (
selulosa, hemiselulosa,dsb) menjadi CO2 dan H2O atau CH4
dan H2. b). Penguraian protein menjadi amoniak, CO2 dan
air, c). Pengikatan beberapa jenis unsur hara dalam tubuh jasad renik terutama
N disamping P dan K yang akan terlepas kembali bila jasad itu mati, d).
Pembebasan unsur hara dari senyawa organik menjadi senyawa anorganik yang
tersedia bagi tanaman, e). Penguraian lemak dan lilin menjadi karbondioksida
dan air.
Akibat dari perubahan-perubahan tersebut diatas berat dan
isi bahan-bahan itu sangat berkurang.
Sebagian besar dari senyawa-senyawa karbon hilang ke udara. Kadar senyawa N yang larut meningkat dan
peningkatan ini akan tergantung pada perbandingan C/N bahan asalnya. Dengan demikian nisbah C/N semakin kecil dan
akhirnya relatif konstan pada 15-22.
Sejalan dengan perubahan-perubahan dan kehilangan karbon tersebut akan
terjadi peningkatan kadar humus dalam bahan organik tersebut.
Sifat dan Ciri kompos yang diinginkan sebagai hasil
pengomposan antara lain adalah sebagai berikut :
v Senyawa-senyawa karbon harus
dirombak sesempurnanya.
v Senyawa-senyawa Nitrogen
sebagian besar harus sudah menjadi ammonium.
v Kehilangan N harus sekecil
mungkin
v Sisa-sisa sebagai humus harus
sebamyak mungkin
v Senyawa P dan K harus menjadi
bentuk yang mudah diserap oleh tanaman.
Kompos memiliki
banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1.
Menghemat biaya untuk transportasi dan
penimbunan limbah
2.
Mengurangi volume/ukuran limbah
3.
Memiliki nilai jual yang lebih tinggi
dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
- Mengurangi polusi udara karena
pembakaran limbah
- Mengurangi kebutuhan lahan untuk
penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
- Meningkatkan kesuburan tanah
- Memperbaiki struktur dan
karakteristik tanah
- Meningkatkan kapasitas jerap air
tanah
- Meningkatkan aktivitas mikroba
tanah
- Meningkatkan
kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
- Menyediakan
hormon dan vitamin bagi tanaman
- Menekan pertumbuhan/serangan
penyakit tanaman
- Meningkatkan retensi/ketersediaan
hara di dalam tanah
Sumber
:
Asmara, L. 1999. Pengaruh Perbanyakkan medium
starter Trichoderma harzianum
terhadap kecepatan proses pengomposan dan kualitas kompos jerami padi ( Oryza sativa ). Skripsi fakultas
Pertanian Universitas Andalas. Padang.
BPTPH II padang. 2000. Trichoderma Agen
Hayati Multiguna. Yayasan Masyarakat Peduli Petani.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2008. Kompos Jerami. Padang
Hakim,
N.,Nyakpa, M.Y., A. M. Lubis., M.A.
Pulung., A. G. Amrah., G.B. Hong.. 1987. Pupuk
dan Pemupukkan. BKS-PTN-Barat/WUAE Project. Palembang.
Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia, Bogor.