Kamis, 03 Januari 2013

Pemanfaatan Limbah Pertanian Jerami Padi Dalam Pembuatan Kompos



Pemakaian pupuk buatan pada pengelolaan sawah intensif secara terus menerus dapat merusak kesuburan tanah dan akhirnya berdampak pada menurunnya hasil produksi padi.  Selain itu, Pengelolaan lahan sawah yang tidak tepat juga menyebabkan turunnya produksi. Hal ini disebabkan pada setiap musim, gabah dan jerami diangkut keluar lahan, yang berarti membawa sejumlah besar hara ke luar lahan.  Begitu juga dengan pemberian pupuk buatan dalam usaha intensifikasi tanaman padi yang telah diperkenalkan cenderung mengutamakan pemakaian pupuk nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) dalam bentuk Urea, TSP/SP-36, dan KCl tanpa penambahan unsur mikro, dan nyaris tidak menggunakan pupuk alam sebagai sumber bahan organik seperti pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, dan lain–lain.  Hal itu mengakibatkan tanah sawah di Indonesia telah kekurangan bahan organik, sehingga terjadi ketidakseimbangan hara.
Jerami  yang merupakan limbah pertanaman padi, merupakan material yang potensial dan mudah didapatkan sehingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai sumber pupuk bagi tanaman.  Penggunaan jerami padi, juga sangat berpotensi untuk digalakkan sebagai sumber bahan organik insitu di lahan  persawahan. Namun kadar hara jerami, terutama N sangat rendah, dan agak sukar lapuk. Akan tetapi jerami mengandung silikat (Si) cukup tinggi, yang jarang ditambahkan petani ke lahan persawahan serta kurang didapat pada bahan organik lainnya. Dari tulisan  Darmawan et al (2007), kadar silikat (Si) tanah sawah utama sudah berkurang dari 1,646 ± 581 kg SiO2 ha-1 menjadi 1,283 ± 533 kg SiO2 ha-1 (-22 %) dari  tahun 1970 sampai 2006 di Jawa.
Jerami padi mengandung Si sebesar 13,16 %. Unsur Si merupakan hara penting bagi tanaman padi (Petria Susila, 1997). Berdasarkan hasil penelitian Naim (1982), pemberian silikat (Si) dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan tanpa pemberian Si, terutama kondisi pemberian air pada kapasitas lapang. Dengan demikian, untuk memacu produksi padi sangat diperlukan hara yang cukup secara berkelanjutan.
Selain itu, di dalam jerami terdapat beberapa unsur hara yang berguna untuk tanaman seperti Nitrogen dan Kalium sehingga dengan membakar jerami berarti sama saja dengan membakar uang karena jerami yang dibakar tersebut sebenarnya dapat membantu menggantikan pupuk KCl sebanyak 1 sak (50 kg). Dengan mengembalikan jerami padi ke lahan sawah, petani dapat menghemat biaya pupuk karena tidak perlu lagi memberikan pupuk KCl (http://bengkulu.litbang.deptan.go.id).
Kebiasaan petani di lapangan yang biasanya membakar jerami dan sangat jarang dimanfaatkan oleh petani sebagai sumber bahan organik merupakan suatu kebiasaan yang salah, selain menyebabkan kerusakan pada lingkungan ternyata juga menyebabkan kerusakan pada  tanah areal persawahan karena lama kelamaan unsur hara yang terdapat pada tanah sawah akan selalu berkurang tanpa adanya pengembalian kembali. Dengan membakar jerami justru akan menghancurkan sebagian bahan organiknya. Pengolahan jerami membutuhkan tenaga, waktu, dan pekerjaan tambahan yang banyak, sehingga perlu dicari cara lain agar jerami tersebut dapat dimanfaatkan oleh para petani. Salah satu alternatif yaitu dengan pembuatan kompos.
Pupuk kompos merupakan salah satu jenis pupuk yang ramah lingkungan. Selain berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah yang dapat menigkatkan produksi pertanian, juga sangat aman bagi kelestarian lingkungan. Hal ini disebabkan karena bahan-bahan untuk pembuatan pupuk kompos ini berasal dari tumbuh-tumbuhan yang juga berasal dari alam itu sendiri. Selain itu pembuatan pupuk kompos ini hanya memerlukan biaya yang elatif murah. Sehingga dapat menekan pengeluaran yang dibayarkan oleh petani. Berkurangnya biaya yang dikeluarkan petani juga dapat meningkatkan pendapatan mereka, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kesejahteraan para petani.
Jerami sangat bagus dijadikan kompos, selain mengandung bahan-bahan organik yang dapat menyuburkan tanah, hara-hara yang terangkut oleh jerami pada saat panen dapat dikembalikan lagi ke lahan sawah, sehingga diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk buatan meskipun masih perlu penambahan pupuk buatan. Pembuatan kompos jerami biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk melapuk bila dibandingkan dengan bahan kompos mudah lapuk lainnya.
Kompos selain dibuat dari jerami dapat juga dibuat dari seresah atau sisa-sisa tanaman lain. Rumput-rumputan, sisa-sisa daun dan batang pisang, atan daun-daun tanaman dapat juga dibuat kompos. Pada prinsipnya semua limbah organik dapat dijadikan kompos. Batang kayu, bambu, ranting-ranting pohon, atau tulang juga termasuk bahan organik tetapi sebaiknya tidak ikut dikomposkan dengan jerami. Limbah-limbah ini termasuk limbah organik keras. Meskinpun dapat juga dibuat kompos, namun bahan-bahan ini memerlukan waktu yang lama untuk terdekomposisi.( http://forum.detik.com)
Dengan mengolah kembali limbah jerami menjadi kompos, kita dapat menghemat pembelian pupuk organik. Jika kita membandingkan pupuk organik sebanyak 1 kg dengan harga Rp.2000-7500 , dengan pupuk kompos jerami 1 kg yang dapat dibuat sendiri dengan biaya operasional Rp 0, ,maka dapat menghemat biaya operasional lahan sebesar Rp. 2000-7500 per 5 meter persegi lahan. Pembuatan pupuk jerami hanya mempergunakan teknologi fermentasi. Selama masa fermentasi akan terjadi proses pelapukan dan penguraian jerami menjadi kompos. Selama waktu fermentasi ini akan terjadi perubahan fisik dan kimiawi jerami. Proses pelapukan ini dapat diamati secara visual antara lain dengan peningkatan suhu, penurunan volume tumpukan jerami, dan perubahan warna.( http://isroi.wordpress.com)
Prinsip pembuatan kompos pada prinsipnya adalah menumpukkan bahan-bahan organik dan membiarkannya terurai menjadi bahan-bahan yang mempunyai nisbah C/N rendah sebelum digunakan sebagai pupuk.  Beberapa alasan bahan organik harus dikomposkan terlebih dahulu adalah :
·           Kita tidak selalu mempunyai pupuk kandang atau bahan organik lainnya pada saat dibutuhkan.  Jadi dalam hal ini pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum digunakan sebagai pupuk.
·           Struktur bahan organik segar sangat kasar dan daya ikatnya terhadap air kecil.  Bila bahan ini lansung dibenamkan akan menyebabkan tanah akan berderai.  Hal ini mungkin baik bagi tanah-tanah berat tapi tidak demikian untuk tanah-tanah ringan.
·           Bila tanah cukup mengandung udara dan air, penguraian bahan organik berlansung cepat.  Akibatnya jumlah CO2 dalam tanah akan meningkat dengan cepat sehingga pertumbuhan tanaman akan teganggu.  Disamping itu jumlah NO3 dalam tanah akan berkurang karena adanya pengikatan oleh jasad renik yang menguraikan bahan organik itu.
·           Bahan segar pada penguraiannya hanya sedikit sekali memberikan humus dan unsur hara ke dalam tanah.  Jadi untuk memperoleh humus yang cukup banyak diperlukan banyak sekali bahan segar.
·           Pada pembuatan kompos, biji-biji gulma, benih, hama dan penyakit bisa mati karena panas.
·           Sering kali dilakukan pembakaran bahan organik sebagai usaha mempercepat proses mineralisasi.  Dengan cara ini tidak akan diperoleh penambahan humus dan N ke dalam tanah karena habis terbakar.  Oleh karena itu diperlukan pembuatan kompos.
Syarat-syarat bahan kompos:
a.         Struktur bahan-banah yang akan dibut kompos tidk boleh terlalu kasar. Bahan-bahan seperti jerami, bahkan pangkasan pupuk hijau sebaiknya di potong-potong menjadi potongan yang lebih halus.
b.  Bahan-bahan yang miskin n harus dicampur dengan bahan yang kaya N, juga dengan bahan yang banyak mengandung jasad renik, misalnya pupuk kandang, humus,dan lain sebagainya.  Kadang-kadang juga diberi sedikit pupuk N buatan.
Cara penumpukkan bahan kompos
            Bahan untuk kompos ditumpuk berlapis-lapis di atas tanah. Tiap lapisan setebal 30 cm, dan tinngi total penumpukkan sekitar 1.5 meter dengan luas lapisan lebih kurang 2 x 3 meter.  Untuk mempercepat proses penguraian, pada setiap lapisan dapat diberi kapur atau abu dapur.  Tumpukkan kompos harus cukup basah dan terlindung dari cahaya matahari dan hujan.  Kemudian setiap minggu tumpukkan di bongkar untuk dibalik dan ditumpuk kembali.  Dengan jalan demikian perubahan di dalam tumpukan dapat merata.  Setelah 3-4 kali pembalikan dan penumpukan kembali akan di peroleh kompos yang sudah masak.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penguraian bahan tanaman utama dalam pembuatan kompos adalah :
Ø  .Kandungan bahan asal.  Kadar lignin, wax damar dan senyawa sejenisnya di dalam bahan asal.  Makin banyak bahan ini, makin lambat proses penguraian.
Ø  Ukuran bahan asal.  Makin halus bagian-bagian tanaman yang digunakan, penguraiannya akan berlansung lebih cepat.  Oleh karena itu sebaiknya bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat kompos dipotong-potong terlebih dahulu.
Ø  Kadar n bahan kompos.  Bahan asal yang kaya n akan cepat terurai karena jasad renik yang mengurai tersebut memerlukan n untuk pertumbuhannya.  Oleh sebab itu pada pembuatan kompos perlu ditambah sedikit pupuk N buatan.
Ø  pH tumpukkan kompos.  Supaya proses penguraian berlansung cepat, pH tumpukkan kompos tidak boleh terlalu rendah maka perlu diberi kapur ataupun abu dapur.
Ø  Cukup mengandung air dan udara ( O2 ).  Bila tumpukan kurang mengandung air, akan bercendawan sehingga penguraiannya terhambat dan tidak sempurna.  Sebaliknya bila terlalu banyak mngandung air, keadaanya menjadi anaerob yang akan merugikan jasad renik perombak.
Ø  Suhu Optimal.  Bagi berlansungnya proses perombakan suhu optimal adalah 30-45o C.
Ø  Bahan asalnya.  Sebaiknya merupakan campuran dari berbagai macam bahan tanaman, maka proses penguraiannya relatif lebih cepat dari pada bila hanya terdiri dari bahan-bahan tanaman yang sejenisnya.
Ø  Porositas.  Porositas adalah ruang antara partikel  dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Ø  Kandungan Bahan Berbahaya.Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Ø  Aerasi.Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos, dan sebagainya.
            Didalam tumpukan bahan organik seperti pada pembuatan kompos selalu terjadi berbagai macam perubahan yang dilakukan oleh jasad-jasad renik.  Perubahan-perubahan itu antara lain: 
a). Penguraian hidrat arang ( selulosa, hemiselulosa,dsb) menjadi CO2 dan H2O atau CH4 dan H2. b). Penguraian protein menjadi amoniak, CO2 dan air, c). Pengikatan beberapa jenis unsur hara dalam tubuh jasad renik terutama N disamping P dan K yang akan terlepas kembali bila jasad itu mati, d). Pembebasan unsur hara dari senyawa organik menjadi senyawa anorganik yang tersedia bagi tanaman, e). Penguraian lemak dan lilin menjadi karbondioksida dan air.
            Akibat dari perubahan-perubahan tersebut diatas berat dan isi bahan-bahan itu sangat berkurang.  Sebagian besar dari senyawa-senyawa karbon hilang ke udara.  Kadar senyawa N yang larut meningkat dan peningkatan ini akan tergantung pada perbandingan C/N bahan asalnya.  Dengan demikian nisbah C/N semakin kecil dan akhirnya relatif konstan pada 15-22.  Sejalan dengan perubahan-perubahan dan kehilangan karbon tersebut akan terjadi peningkatan kadar humus dalam bahan organik tersebut. 
            Sifat dan Ciri kompos yang diinginkan sebagai hasil pengomposan antara lain adalah sebagai berikut :
v  Senyawa-senyawa karbon harus dirombak sesempurnanya.
v  Senyawa-senyawa Nitrogen sebagian besar harus sudah menjadi ammonium.
v  Kehilangan N harus sekecil mungkin
v  Sisa-sisa sebagai humus harus sebamyak mungkin
v  Senyawa P dan K harus menjadi bentuk yang mudah diserap oleh tanaman.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1.        Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2.        Mengurangi volume/ukuran limbah
3.        Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
  1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
  2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
  1. Meningkatkan kesuburan tanah
  2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
  3. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah
  4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
  5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
  6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
  7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
  8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah

Sumber :
Asmara, L. 1999. Pengaruh Perbanyakkan medium starter Trichoderma harzianum terhadap kecepatan proses pengomposan dan kualitas kompos jerami padi ( Oryza sativa ). Skripsi fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang.

BPTPH II padang. 2000. Trichoderma Agen Hayati Multiguna. Yayasan Masyarakat Peduli Petani.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2008.  Kompos Jerami.  Padang

Hakim, N.,Nyakpa, M.Y., A. M.  Lubis., M.A. Pulung., A. G. Amrah., G.B. Hong.. 1987. Pupuk dan Pemupukkan. BKS-PTN-Barat/WUAE Project. Palembang.

Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor.



http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos



1 komentar: